JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan proses penyidikan dan pengumpulan alat bukti dalam perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka mantan Hakim Agung Gazalba Saleh (GS).
"Selama proses penyidikan, didapati nilai penerimaan gratifikasi disertai TPPU dalam bentuk pembelian aset mencapai Rp9 miliar," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta.
Ali juga mengatakan tim penyidik KPK telah melaksanakan penyerahan tersangka Gazalba Saleh dan barang bukti perkara tersebut kepada tim jaksa KPK.
"Unsur uraian pasal melalui pengumpulan alat bukti dipenuhi tim penyidik sehingga berkas perkara dinyatakan lengkap oleh tim jaksa dan hari ini," ujarnya.
BACA JUGA:Kebakaran di Kerinci, Satu Rumah Ludes Terbakar
BACA JUGA:Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Bersifat Progresif
Dengan pelimpahan tersebut penahanan tersangka GS akan dilanjutkan oleh tim jaksa untuk 20 hari ke depan sampai dengan 16 April 2024 di Rutan cabang KPK.
Tim Jaksa segera menyiapkan dakwaan dan pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor dalam waktu 14 hari kerja.
KPK pada Kamis (30/11) kembali menahan mantan Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia Gazalba Saleh (GS) dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi dan TPPU terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan Gazalba Saleh diduga telah memanfaatkan jabatannya selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA RI sejak 2017 untuk mengondisikan isi amar putusan yang mengakomodasi dan menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berperkara dan mengajukan upaya hukum di MA.
Dari pengondisian isi amar putusan tersebut, Gazalba menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan gratifikasi di antaranya untuk putusan dalam perkara kasasi dengan terdakwa eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief dan peninjauan kembali dari terpidana Jafar Abdul Gaffar.
Sebagai bukti permulaan awal dimana dalam kurun waktu 2018 sampai dengan 2022 ditemukan adanya aliran uang berupa penerimaan gratifikasi sejumlah sekitar Rp15 miliar.
Atas penerimaan gratifikasi dimaksud, GS kemudian melakukan pembelian berbagai aset bernilai ekonomis antara lain pembelian tunai satu unit rumah yang berlokasi di salah satu klaster di wilayah Cibubur, Jakarta Timur dengan harga Rp7,6 miliar.
Kemudian pembelian satu bidang tanah beserta bangunan di wilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, dengan harga Rp5 miliar.
Penyidik juga menemukan adanya penukaran sejumlah uang di beberapa money changer menggunakan identitas orang lain yang nilainya mencapai miliaran rupiah.