Cerita Evakuasi para Pengungsi Erupsi Gunung Ruang
Erupsi Gunung Ruang di Pulau Ruang, Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Sulawesi Utara, terjadi dua kali. Namun tidak ada korban jiwa saat peristiwa ini terjadi.
"MAMA, itu ada api di atas kepala kita, cepat lari," seru seorang anak yang tinggal di Pulau Tagulandang, kepada ibunya Jill Manumpil, ketika erupsi pertama Gunung api Ruang di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) pada 17 April 2024.
Jill Manumpil adalah seorang ibu yang tinggal di Desa Tulusan, Tagulandang, dan sekarang lagi mengungsi di Kota Manado. Letusan Gunung Ruang merupakan bencana besar dan pertama dilihat seumur hidupnya.
Gunung Ruang merupakan gunung berapi aktif yang berada di Pulau Ruang, Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Sulawesi Utara, atau berjarak sekitar 160 kilometer dari Manado, Ibu Kota Sulawesi Utara, arah utara timur laut.
Istri dari seorang Pendeta Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Tagulandang ini mengungkapkan bahwa kejadian begitu cepat ketika pada Rabu (17/4) dini hari sekitar pukul 01.30 WITA, sebuah cahaya merah besar menyembur ke langit dan banyak memuntahkan batu-batu ukuran sekepal tangan ke pemukiman warga.
Melihat kepanikan seluruh warga di Desa Tulusan, yakni desa yang berhadapan langsung dengan Pulau Ruang di mana gunung api tersebut berada, dia langsung menarik ketiga anaknya ke mobil guna mencari lokasi aman dari semburan batu dan debu vulkanik yang panas dari gunung.
Sambil berlari ke mobil, anak-anaknya mulai meneriaki ada api di atas kepala.Karena semburan vulkanik Gunung Ruang begitu besar, membuat langit di kawasan tersebut berwarna merah menyala.
"Bagi saya, ini semua ibarat kiamat. Tapi pertolongan Tuhan sangat besar, karena kami masih bisa menghindari ancaman muntahan batu dan abu vulkanik yang begitu banyak," kata Jill berkisah. Banyak rumah warga hancur karena muntahan batu gunung.
Sementara itu, pendeta Resa Tular, suami dari Jill Manumpil mengatakan bahwa kondisi warga di wilayah pulau itu sudah sangat panik sehingga menyebabkan kemacetan di beberapa ruas jalan, karena berebut untuk segera menyelamatkan diri.
Sebagian besar warga memilih lari ke dermaga setempat, meski tidak ada jadwal keberangkatan kapal baik ke Manado maupun ke Siau, Ibu Kota Kabupaten Sitaro.
"Istri dan anak-anak saya carikan dulu lokasi yang aman, terutama untuk menghindari batu-batu yang keluar dari muntahan gunung itu," ujar Reza ketika memberi kesaksian kepada jemaat di GPdI Tiberias Malalayang Manado.
Pada siang harinya upaya ribuan warga yang mendiami Pulau Tagulandang untuk mengungsi ke tempat aman, menumpuk di Pelabuhan Tagulandang dan Minanga, karena belum mendapatkan angkutan kapal atau transportasi yang memadai.
"Sekitar sore hari kami mendengar sudah ada kapal dari TNI yang tiba di dermaga serta sejumlah relawan. Meski tidak semua warga terangkut lewat kapal milik TNI, tetapi sebagian sudah meluncur ke Pelabuhan Bitung," ujarnya.
"Kami pun sekeluarga bisa mengungsi pada esok harinya ke Manado, setelah kapal dari TNI, Basarnas dan lainnya yang dikerahkan bisa mengangkut pengungsi," ucapnya.
Erupsi Kedua
Pada Selasa (30/4), Gunung Ruang kembali erupsi, Jill dan Reza masih berada di Manado, namun terus berhubungan dengan sejumlah jemaat GPdI di Desa Tulusan melalui telepon seluler guna memastikan kondisi mereka aman. Jemaat menginformasikan ada debu vulkanik gunung menyembur kembali ke desa itu.