JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI menyoroti masalah gizi yang memengaruhi siswi sekolah menengah, menyebabkan sekitar 30 persen remaja putri di Indonesia mengalami anemia atau kekurangan sel darah merah.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbudristek RI, Iwan Syahril, dalam acara Gelar Wicara Gerakan Sekolah Sehat secara daring di Jakarta.
"Data menunjukkan bahwa lebih dari 30 persen remaja putri mengalami anemia. Ini menjadi perhatian serius karena dampaknya bisa berlanjut hingga dewasa dan mempengaruhi kehamilan mereka," jelasnya.
BACA JUGA:Kemendikbudristek Siapkan Rp199,95 Miliar Untuk Dukung Anak Bersekolah
BACA JUGA:Kemendikbudristek Dukung Kualitas Lulusan Vokasi untuk Industri Gim
Iwan menekankan pentingnya penanganan anemia pada remaja putri untuk mencegah dampak yang lebih serius di masa depan.
"Hampir sepertiga potensi kelahiran anak Indonesia bisa terhambat akibat anemia, jika tidak ditangani dengan serius," tambahnya.
Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Lovely Daisy, juga menyoroti masalah ini.
BACA JUGA:Unand Raih Tiga Besar Penerima Dana Penelitian Terbanyak dari Kemendikbudristek
BACA JUGA:Kemendikbudristek Fasilitasi Pengembangan Lagu Anak Indonesia dengan Program KILA
Menurutnya, anemia pada remaja umumnya disebabkan oleh kekurangan zat gizi mikro, terutama zat besi.
"Anemia seringkali tidak terlihat secara kasat mata. Gejala seperti lemah, lesu, lelah, letih, dan lunglai (5L) sering muncul saat anemia sudah parah," ungkap Daisy.
Ia juga menyoroti dampak anemia terhadap konsentrasi belajar siswi, yang bisa berpengaruh pada prestasi akademis mereka.
"Penanganan anemia pada remaja putri di usia sekolah menengah sangat penting untuk meningkatkan prestasi belajar dan kesehatan generasi mendatang," tambahnya.
BACA JUGA:Kemendikbudristek: UKT Tidak Naik, Tapi Ada Penambahan Kelompok