Berlabuh Pada Gerakan Bisnis Berkelanjutan
Tommy Tjiptadjaja--
Berjiwa Sosial
Dari situ pula lahir tekadnya untuk memperbanyak pemimpin muda yang berjiwa sosial. “Anak muda Indonesia punya potensi luar biasa,” ujarnya penuh keyakinan.
“Mereka tidak kekurangan ide, tapi sering kekurangan teladan. Saya ingin berbagi kegagalan saya agar mereka tak mengulang kesalahan yang sama.”
Ia tidak menolak teknologi, tetapi menekankan bahwa inovasi tanpa empati akan kehilangan arah.
Di masa ketika banyak orang berlomba menciptakan startup demi valuasi, Tommy justru mengajak untuk menakar nilai dari dampaknya pada bumi. “Kita sedang berhutang pada alam,” katanya. “Dan hutang itu harus dibayar dengan cara bekerja lebih bijak.”
Kisah hidup Tommy seakan menegaskan bahwa keberlanjutan bukan sekadar proyek bisnis, melainkan perjalanan spiritual yang menggabungkan pengetahuan, etika, dan cinta pada kehidupan.
Ia menyebut perjalanannya sebagai ikhtiar panjang untuk menyeimbangkan tiga dimensi yang mencakup ekonomi, sosial, dan lingkungan. “Kalau salah satu diabaikan,” tuturnya, “peradaban akan pincang.”
Kini, setelah lebih dari satu dekade menapaki jalur keberlanjutan, Tommy masih melihat dirinya sebagai murid yang terus belajar. Ia membaca sains, berdialog dengan komunitas akar rumput, berdiskusi dengan regulator, dan melatih tim muda yang ia sebut sebagai agent of hope.
Baginya, Greenhope bukan sekadar perusahaan, tetapi wadah pembelajaran kolektif untuk mengubah paradigma tentang apa arti sukses dalam bisnis.
“Saya ingin mengubah definisi sukses,” katanya di akhir perbincangan. “Bukan lagi sekadar who wins the market, tapi who heals the world.”
Dalam kata-katanya, terpantul keyakinan bahwa masa depan bukan milik mereka yang paling kuat, melainkan mereka yang paling peduli.
Tommy Tjiptadjaja mungkin bukan tokoh yang setiap hari menghiasi layar televisi, tetapi dari ruang kerja sederhananya, ia sedang menulis bab baru tentang kapitalisme yang berjiwa, tentang bisnis yang berdoa lewat tindakannya, dan tentang generasi yang belajar bahwa bumi bukan warisan nenek moyang, melainkan titipan anak cucu.
Dari perjalanan seorang konsultan global yang memilih jalan sunyi sebagai pelayan bumi, semua bisa belajar bahwa inovasi terbesar bukanlah teknologi baru, melainkan keberanian untuk hidup setia pada nilai-nilai lama yakni kejujuran, kasih, dan tanggung jawab terhadap kehidupan itu sendiri. (ant)