MANTAB! Kemendikbudristek Apresiasi Pagelaran Balayei di Lubuk Sakti Wujud Pelestarian Tradisi Muaro Bungo
Salah satu kegiatan dalam pagelaran Balayei di Lubuk Sakti sebagai wujud pelestarian tradisi masyarakat Muaro Bungo. --
KEMENTERIAN Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudriste) mendukung pagelaran Balayei di Lubuk Sakti sebagai wujud pelestarian tradisi masyarakat Muaro Bungo.
Pagelaran yang merupakan rangkaian Kenduri Swarnabhumi 2023 ini, mengajak masyarakat untuk menjaga ekosistem sungai di daerah aliran sungai Batanghari yang sarat dengan kearifan lokal berbasis budaya.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media, Kemendikbudristek, Ahmad Mahendra, menyampaikan, Kenduri Swarnabhumi bertujuan untuk reaktivasi kebudayaan-kebudayaan masyarakat Melayu khususnya yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan lingkungannya.
Melalui pelestarian kearifan-kearifan lokal ini, kata Mahendra, harmoni kehidupan masyarakat dan alam akan selalu terjaga.
”Balayei di Lubuk Sakti ini adalah bagian dari reaktivasi budaya yang ada di Kabupaten Muaro Bungo yang sesuai dengan narasi Kenduri Swarnabhumi. Kami harap, melalui pelestarian ritual Balayei di Lubuk Sakti ini, masyarakat bangga dan merasa memiliki atas kebudayaannya sendiri sehingga dengan sendirinya, mereka akan melestarikannya,” ujar Mahendra di Jakarta.
Balayei di Lubuk Sakti merupakan rangkaian Kenduri Swarnabhumi yang dilaksanakan di Dusun Empelu, Kecamatan Tanah Sepenggal, Kabupaten Muaro Bungo, pada Selasa (17/10) yang bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Muaro Bungo. Balayei di Lubuk Sakti ini diselenggarakan pada pagi dan malam hari.
Pada pagi hari, Balayei di Lubuk Sakti digelar dengan acara karnaval budaya yang diikuti 10 dusun di Kecamatan Tanah Sepenggal, Muaro Bungo.
Dengan menggunakan baju adat setempat, para peserta karnaval kemudian melakukan tradisi tumbuk tingkah yaitu tradisi menumbuk padi dengan menggunakan lesung, kemudian melakukan ritual Balayei di Lubuk Sakti yaitu tradisi meminta hujan, tradisi jalo gepung, penebaran benih ikan, penanaman bibit pohon, lalu makan siang bersama secara tradisional beralaskan daun pisang.
Turut hadir pada ritual Balayei di Lubuk Sakti pada pagi hari ini, Bupati Muaro Bungo, Mashuri, bersama Ketua TP PKK Kabupaten Muaro Bungo, Verawaty Mashuri; unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Sekretaris Daerah, Ketua Dharmawanita, Staf Ahli, dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Muaro Bungo.
Sementara itu, pada malam harinya, Balayei di Lubuk Sakti digelar tari kolosal Balayei di Lubuk Sakti yang ditampilkan oleh sanggar Dusun Empelu, launching Mars Kenduri Swarnabhumi Kabupaten Muaro Bungo, serta tari Muda Mudi dengan mengajak tamu undangan dan masyarakat untuk berjoged bersama.
Hadir pada acara hiburan malam ini, Ketua TP PKK Provinsi Jambi, Hesnidar Haris yang didampingi Ketua TP PKK Kabupaten Muaro Bungo. Pada kesempatan ini, Hesnidar Haris memberikan semangat untuk mencintai dan melestarikan sungai dan budaya agar kelak dapat diambil manfaatnya oleh anak dan cucu generasi penerus bangsa.
Balayei merupakan tradisi yang dilaksanakan apabila terjadi kemarau Panjang. Prosesi Balayei dilakukan oleh tuo dusun dengan menggunakan sampan. Sampan tersebut digunakan orang tuo dusun untuk berhanyut dari hulu sungai Batang Tebo hingga hilir desa sambil bersyair memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Ritual Balayei pada kesempatan ini menampilkan masyarakat desa Empelu, di mana para petani pada zaman dahulu yang bercocok tanam padi di lahan tadah hujan mengharakan turun hujan. Ketika hujan tidak kunjung turun atau musim kemarau yang berkepanjangan maka jalan satu satunya adalah melakukan balayei sepanjang sungai dusun Empelu yaitu berhanyut memakai perahu/sampan.
Kenduri Swarnabhumi merupakan harapan besar bagi masyarakat Dusun Empelu untuk mengangkat penampilan budaya tradisi daerah dengan kegiatan Balayei minta hujan karena merupakan sejarah dan warisan budaya serta menunjukkan kekompakan masyarakat Dusun Empelu untuk memajukan dan melestarikan warisan budaya yang hampir punah. Tradisi lisan yang diwariskan turun temurun dapat menjadi adat dan peraturan masyarakat dalam melaksanakan rangkaian budaya pada kehidupan sehari-hari. (*)