Bukan Sekadar Pekerjaan, Tapi Cara Keluarga Bertahan Hidup

NASABAH: Anis Susanti Tella, nasabah Bank Sampah Induk Bumi Lestari, di halaman rumahnya, Ambon.--

Merajut Asa Warga Rentan Dari Tabungan Sampah di Ambon

Saya ingin anak saya lebih sukses. Sampah-sampah ini dikumpulkan untuk membiayai sekolah anak saya.

SETIAP pagi, Anis Susanti Tella memungut sampah di sepanjang Jalan Kebun Cengkih, Batu Merah, Ambon. Rutinitas Susanti ini bukan sekadar membersihkan lingkungan dari barang-barang bekas. Ada impian besar yang hendak diwujudkan oleh ibu satu anak ini, kelak.

Oleh karena itu, selalu ada keteguhan pada dirinya. Serpihan sampah demi sampah yang ia kumpulkan itu diyakini bakal menjadi pintu menuju sukses anak dan keluarganya di masa depan.

“Saya ingin anak saya lebih sukses. Anak saya hanya seorang, saat ini sudah kelas satu SMP. Sampah-sampah ini dikumpulkan untuk membiayai sekolah anak saya,” kata Susanti, 42 tahun.

Susanti memang bekerja sebagai tukang sapu jalan. Sambil menyapu jalan, selama 7 tahun bekerja, Susanti gigih mendapatkan penghasilan tambahan. Salah satunya dengan mengumpulkan rongsokan untuk dijual.

Dalam perjalanannya sebagai pengumpul sampah, ia kemudian dikenalkan dengan Bank Induk Sampah Bumi Lestari melalui salah satu kegiatan yang ia ikuti di Kota Ambon.

Setelah itu, Susanti makin giat memisahkan sampah plastik untuk dibawa ke rumah. Susanti selalu tampak semringah ketika pulang membawa banyak sampah ke rumahnya di Kebun Cengkih, Batu Merah Ambon. Satu hingga dua karung kadang dijinjing ke rumahnya meskipun tempat tinggalnya jauh dari jalan raya.

Ruang tamunya yang berukuran 2x2 meter itu dijadikan tempat penampungan sampah plastik yang siap dipilah untuk dibawa ke Bank Sampah Induk di Kota Ambon.

Memungut, mengumpulkan, memilah, hingga menjual sampah bukan sekadar pekerjaan bagi Susanti. Ini juga cara keluarga dia bertahan hidup sekaligus menyiapkan masa depan yang lebih gemilang bagi anaknya seorang.

Suaminya memang bekerja sebagai tukang bangunan. Namun, Susanti tidak mau diam di rumah saja. Selama masih bisa bekerja dan menghasilkan uang tambahan, ia akan terus bergerak.

Setiap barang bekas yang dikumpulkan, bagi Susanti, itu bukan hanya sampah, melainkan segumpal ikhtiar dalam merawat asa masa depan keluarganya, terutama bagi anak semata wayangnya.

Susanti biasanya akan mengumpulkan sampah-sampah plastik itu sebanyak mungkin baru dibawa ke bank sampah. Selain itu, ia juga menjual beberapa sampah plastik lainnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Kalau yang dijual di bank sampah kan sebagai tabungan. Kalau sudah banyak baru bisa saya tarik penghasilannya. Itulah yang saya simpan untuk sekolah anak saya. Kalau yang lainnya, saya jual untuk kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.

Tag
Share