Mutasi Pejabat oleh Kepala Daerah Petahana Dapat Diuji di PTUN
Mantan Ketua Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva, memberikan rekomendasi bahwa mutasi pejabat yang dilakukan oleh kepala daerah petahana menjelang Pilkada 2024 sebaiknya dapat diuji di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Jika ada pihak yang merasa bahwa mutasi atau penggantian jabatan tersebut melanggar undang-undang, mereka bisa mengajukan ke PTUN," ungkap Hamdan dalam sebuah wawancara dari Palu.
Hamdan, yang merupakan seorang ahli hukum tata negara, menekankan bahwa langkah ini dapat diambil jika laporan dari masyarakat tidak ditindaklanjuti oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
BACA JUGA:Sejumlah Kapolres dan Wakapolres di Polda Jambi Dimutasi
BACA JUGA:Asesmen Pejabat Eselon 2 dan 3 Pemkot Jambi Jadi Bahan Rotasi Mutasi
Ia menambahkan, jika PTUN menyetujui permohonan tersebut, penetapan calon kepala daerah yang telah dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat dibatalkan.
"PTUN juga bisa diminta untuk mendiskualifikasi calon petahana jika terbukti melanggar ketentuan yang ada," katanya.
Sebagai landasan hukum, Hamdan menyebutkan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 570 Tahun 2016 yang berhubungan dengan sengketa pemilihan kepala daerah di Kabupaten Boalemo, Gorontalo.
Dalam dialog publik yang diselenggarakan oleh Forum Kajian Demokrasi Kita (Fokad), ia menyebutkan bahwa fenomena kepala daerah petahana memanfaatkan posisi mereka untuk keuntungan pribadi sudah sering terjadi.
BACA JUGA:Kembali Terulang, Mendagri Batalkan Skandal Mutasi Pejabat untuk Kedua Kalinya
BACA JUGA:Bawaslu Ancam Berikan Sanski Pidana Kepala Daerah yang Berani Mutasi Pejabat
Menggambarkan pengalaman sebelumnya, Hamdan mengingat saat dirinya menjabat sebagai Ketua MK pada Pilkada 2009, di mana banyak hasil pilkada yang dibatalkan akibat penyalahgunaan kekuasaan oleh petahana.
"Saya ingat ada bupati yang memutasi lebih dari sepuluh camat. Para camat tersebut datang ke MK untuk menyampaikan protes, dan MK memutuskan tindakan itu merugikan demokrasi," jelasnya.
Saat ini, beberapa KPU di Indonesia, termasuk KPU Sulawesi Tengah, KPU Kota Palu, dan KPU Morowali Utara, telah dilaporkan ke Bawaslu.
Laporan ini menyangkut dugaan pelanggaran administratif terkait penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU setempat, yang dianggap telah meloloskan calon petahana yang melakukan mutasi pejabat enam bulan sebelum penetapan.
BACA JUGA:Kasat Reskrim dan Kapolsek Pasar Dimutasi, Ini Daftar Penggantinya
BACA JUGA:Bupati Tanjabbar Anwar Sadat Mutasi 36 Pejabat, Ini Daftarnya
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, khususnya Pasal 71 ayat (2), melarang kepala daerah mengganti pejabat dalam periode enam bulan sebelum penetapan pasangan calon hingga akhir masa jabatannya, kecuali jika memperoleh izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri. (*)