Hidup Berdamai Dengan Kondisi Hutan atau Melebur Dengan Masyarakat Umum
FOTO SAD: Sejumlah bingkai foto bertema masyarakat adat Suku Anak Dalam (SAD) yang terpajang di dinding ruang tunggu Bandara Sultan Thaha, Jambi.--
Adip mengingat, tak jarang mendapati warganya itu kembali dilaporkan beberapa saat setelah mediasi berhasil. Terbaru sekitar bulan Maret--April 2023, ada tiga orang SAD yang dilaporkan namun kali ini di luar wilayah Desa Hajran dan oleh perusahaan pemegang konsesi yang beda pula.
Proses mediasi terakhir itu diakui berlangsung cukup alot karena saat itu pihak terlapor diduga mencuri dan merusak tandan buah segar sawit siap panen milik perusahaan. Beruntung ketiga oknum SAD tersebut dapat lolos dari delik aduan dan dikembalikan ke kelompoknya dengan salah satu alasan menguatkan yakni mereka masih berusia remaja.
Pemerintah sejatinya tidak pernah tinggal diam merespons fenomena yang dialami oleh SAD di Batanghari ini. Salah satu buktinya dua tahun lalu telah disiapkan rumah KAT (komunitas adat terpencil) atas kolaborasi Pemerintah Provinsi Jambi, Kabupaten Batanghari, Kementerian Sosial, Kementerian ATR/BPN, dan perusahaan migas milik pemerintah dan swasta multinasional.
Selain disediakan rumah yang lengkap dengan perabotan rumah tangga bahkan fasilitas kesehatan hingga hewan ternak, Pemerintah juga menyekolahkan anak-anak SAD di wilayah Desa Hajran, Jeluti, dan Ulak Besar.
Hanya saja semua fasilitas tersebut ditinggalkan begitu saja oleh Ngelembo beserta para tetua kelompok adat SAD yang lain. Mereka kembali bermukim ke dalam hutan yang jauh dengan membawa serta para buah hatinya untuk melangun. Oleh karena itu, anak-anak terpaksa meninggalkan sekolah demi untuk melakukan tradisi keluarga mereka.
“Ya semua menghargai mereka yang memang hidup di hutan. Akan tetapi, paling tidak jangan berpindah, pergi terlalu lama, berbulan-bulan di dalam hutan. Anak-anak mereka butuh sekolah demi kemajuan generasi mereka sendiri. Semua jadi serba salah kalau mereka masih begitu,” kata dia.
Peristiwa ditinggalkannya fasilitas rumah dan sekolah yang sudah sedemikian rupa oleh SAD agaknya menjadi pesan bahwa harus ada langkah strategis yang lebih mengedepankan komunikasi dua arah dari para pemangku kepentingan dengan tetua kelompok ataupun orang tua SAD di Batanghari ini.
Melalui komunikasi dua arah itu, akan diketahui apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh SAD sehingga kebijakan yang akan diambil Pemerintah bisa lebih tepat sasaran, misalnya, seperti bagaimana desain rumah yang mereka inginkan sehingga mereka mau menghuninya, atau kebutuhan lokasi tempat mereka bermukim seperti apa.
Pemerintah Pusat dan daerah harus pula arif untuk mengakui Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) yang sudah disepakati bersama termasuk oleh para kepala desa di Batanghari dan telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) lebih dari satu dekade ini harus segera disahkan. Pasalnya, tanpa ada aturan yang jelas mengatur hak masyarakat adat dan batas-batasanya maka permasalahan SAD dengan perusahaan sulit untuk dihentikan.
Rumah Kawasan
Apa yang menjadi perhatian tokoh di daerah itu juga direspons secara positif oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Sosial.
Kementerian Sosial mengambil inisiatif baru untuk kemaslahatan masyarakat adat SAD dari dinamika yang kian menyudutkan keberadaan tradisi mereka, yaitu dengan pembangunan Rumah Kawasan.
Inisiatif itu digagas Kementerian Sosial saat masih dipimpin oleh Tri Rismaharini itu sebagai evaluasi dari rumah KAT di Sungai Terap, Batanghari yang ditelantarkan oleh masyarakat SAD.
Ditemui di Jambi beberapa pekan sebelum resmi undur diri sebagai Menteri Sosial pada September lalu untuk berkontestasi menjadi calon Gubernur Jawa Timur periode 2024--2029, Risma mengatakan bahwa Rumah Kawasan ini sendiri adalah dari hasil diskusi intensif antara Kementerian Sosial didampingi Wakil Gubernur, Wakil Bupati dan Ketua DPRD Jambi dengan enam ketua kelompok adat SAD (Temenggung) di Batanghari atas nama Ngelembo, Nyenong, Ngirang, Minang, dan Jelatai.
Para ketua kelompok SAD tersebut akhirnya bersepakat untuk menyesuaikan aktivitas tradisi mereka dengan apa yang disiapkan oleh Pemerintah dan tidak lagi meninggalkannya seperti dua tahun yang lalu.