Hidup Berdamai Dengan Kondisi Hutan atau Melebur Dengan Masyarakat Umum

FOTO SAD: Sejumlah bingkai foto bertema masyarakat adat Suku Anak Dalam (SAD) yang terpajang di dinding ruang tunggu Bandara Sultan Thaha, Jambi.--

Jalan Tengah Mengatasi Masalah Masyarakat Adat Suku Anak Dalam

Di sudut-sudut ruang tunggu penumpang di Bandara Sultan Thaha, Jambi, terpampang banyak foto yang menampilkan potret sebuah keluarga masyarakat adat Suku Anak Dalam (SAD) yang hidup harmonis di tengah rimbun hutan tropis Sumatera.

---

FOTO berwarna itu memvisualisasikan seorang ayah SAD tengah berburu dengan ditemani anak laki-lakinya, sementara sang ibu menyiapkan tungku untuk memasak hasil buruan di bawah pepohonan besar yang rindang ditemani kedua anak perempuannya.

Beberapa foto lainnya menampilkan bagaimana masyarakat adat SAD memelihara bibit-bibit pohon muda dengan sorotan mata yang tajam — seolah penuh dengan harapan pohon serupa bambang lanang (Michelia champaca) itu dapat segera tumbuh besar di kemudian hari dan memberi penghidupan bagi mahkluk hidup sekitarnya.

Bagaimana fitrahnya simbiosis manusia dengan alam direpresentasikan secara sempurna melalui foto dengan bingkai berkelir hitam keemasan tersebut kepada setiap tamu yang tiba di Bumi Melayu ini.

BACA JUGA:Mensos Targetkan Rampungkan Data Identitas Suku Anak Dalam Sebelum Masa Jabatan Berakhir

BACA JUGA:Kemensos Rayakan Kemerdekaan ke-79 Bersama Suku Anak Dalam di Batanghari

Namun apa yang digambarkan baris foto itu tidak lagi berbanding lurus dengan kehidupan SAD saat ini.

Sang penjaga hutan Jambi tersebut kini sedang berada di persimpangan besar; dihadapkan pada dua pilihan, yakni hidup berdamai dengan kondisi hutan yang tidak rimbun lagi atau meninggalkan hutan untuk menetap dan melebur dengan masyarakat umum di desa sekitar.

Hal ini ditengarai merupakan dampak dari masifnya alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dan karet bahkan eksplorasi batu bara dan galian sumur minyak bumi sebagaimana yang berlangsung di Kabupaten Batanghari, Jambi.

Ngalembo, salah satu ketua kelompok masyarakat adat SAD di Desa Hajran, Batanghari, Jambi, mengaku sangat berat bagi mereka untuk keluar meninggalkan kawasan hutan yang telah mereka huni secara turun- temurun, tapi di sisi lain merasa gerah dengan perubahan kondisi hutan saat ini.

Ajakan dari berbagai pihak termasuk dari Pemerintah untuk hidup menetap di luar hutan pun dianggap adalah sebuah keniscayaan bagi Ngelembo dan anggota kelompoknya.

BACA JUGA:Stiker Tak Ditempel Tapi Diberikan, Komisioner KPU Pantau Coklit Suku Anak Dalam

Tag
Share