Ujian Nasional Masih Relevan untuk Evaluasi Mutu Pendidikan, Namun dengan Penyesuaian Tujuan dan Format
Suasana ujian Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK)--
BANDUNG, JAMBIEKSPRES.CO– Prof. Cecep Darmawan, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sekaligus pengamat kebijakan pendidikan, menyatakan bahwa Ujian Nasional (UN) tetap memiliki relevansi sebagai alat untuk mengevaluasi kualitas pendidikan di Indonesia.
Menurutnya, meskipun UN tidak lagi seharusnya menjadi syarat kelulusan, ujian tersebut masih dapat berfungsi sebagai instrumen penting untuk mengukur sejauh mana pencapaian pendidikan nasional.
Dalam wawancara yang berlangsung di Bandung pada Selasa, Cecep menegaskan bahwa UN sebaiknya diubah peruntukannya.
“Saya sepakat jika Ujian Nasional tetap dilaksanakan, namun harus diubah fungsinya. Jangan lagi dipakai sebagai syarat kelulusan, tetapi sebagai alat untuk mengevaluasi mutu pendidikan di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Ujian Nasional Sebagai Alat Ukur Mutu Pendidikan Nasional
Cecep menjelaskan bahwa perubahan tersebut bertujuan agar UN tidak lagi menjadi beban bagi siswa, yang selama ini banyak dianggap sebagai ujian yang penuh tekanan karena berkaitan langsung dengan kelulusan.
Menurutnya, jika UN tidak dijadikan syarat kelulusan, maka siswa bisa mengikuti ujian tersebut dengan lebih tenang dan fokus pada pengukuran pencapaian kompetensi mereka.
"Beban psikologis siswa akan berkurang jika UN hanya menjadi alat ukur evaluasi, bukan penentu kelulusan," ujarnya.
Lebih lanjut, Cecep menambahkan bahwa kebijakan ini harus didasarkan pada kajian yang komprehensif mengenai pelaksanaan UN di masa lalu.
"Kita perlu evaluasi apakah kebijakan sebelumnya sudah efektif atau belum, dan apakah dengan ditiadakannya UN akan lebih baik untuk sistem pendidikan kita," katanya.
Cecep juga mengingatkan pentingnya memikirkan kebijakan secara holistik, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap kualitas pendidikan di Indonesia secara keseluruhan.
Pelaksanaan UN yang Lebih Adaptif
Dalam pandangannya, Cecep juga mengusulkan pelaksanaan UN secara daring sebagai alternatif yang lebih hemat biaya dan lebih efisien.
"Ujian secara daring akan mengurangi biaya logistik dan meminimalisir potensi kecurangan. Selain itu, ujian daring lebih fleksibel, memungkinkan siswa mengikuti ujian dari rumah atau lokasi yang sudah disiapkan," jelasnya.
Selain itu, Cecep menyarankan agar UN dilaksanakan dua kali dalam setahun, masing-masing pada semester ganjil dan genap.
Menurutnya, pola ini akan memungkinkan evaluasi berkala yang lebih efektif, serta memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperbaiki dan memperdalam pemahaman mereka terhadap materi yang belum dikuasai.
"Jika ujian dilakukan dua kali setahun, hasil evaluasi di semester pertama bisa menjadi dasar untuk perbaikan di semester kedua. Dengan cara ini, siswa akan memiliki kesempatan untuk memperbaiki area yang belum tercapai dengan lebih terstruktur," ujar Cecep.
Mengadaptasi Kebijakan Pendidikan untuk Meningkatkan Mutu
Guru Besar UPI tersebut juga menyoroti pentingnya keberadaan alat ukur yang dapat mengukur mutu pendidikan secara nasional.
“Mau apapun namanya nanti, apakah evaluasi nasional atau dengan istilah lain, yang terpenting adalah tetap ada sistem yang jelas untuk menilai kualitas pendidikan kita,” tegasnya.
Ia menyarankan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mempertimbangkan keberadaan UN atau instrumen evaluasi serupa dalam bentuk yang lebih fleksibel dan adaptif dengan perkembangan pendidikan saat ini.
Cecep menambahkan bahwa hasil evaluasi dari ujian tersebut harus lebih transparan dan dapat digunakan untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat dalam mengatasi kekurangan dan tantangan yang ada di sektor pendidikan.