8 Jam Dari Kota Jambi,Berteduh di Bawah ‘Kanopi’ Hutan

GANTUNGKAN KEHIDUPAN PADA ALAM: Penulis bersama Betapi, perempuan Suku Anak Dalam, bermain bersama sejumlah anak di pedalaman Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Sarolangun, Jambi, Kamis (30/10/2024). FOTO: ANTARA/TNBD/LINA/AA. --

Pemikiran sederhana Betapi sudah saatnya menyadarkan dunia untuk berpikir ulang. Sudah saatnya juga bagi Indonesia untuk menerapkan kebijakan yang tidak hanya berorientasi pada ekonomi, tetapi juga menjaga lingkungan.

Dalam upaya menurunkan emisi sebesar 31,89 persen pada tahun 2030, paradigma pengelolaan hutan harus berbasis pada harmoni dengan alam, bukan eksploitasi.

Jika pun harus ada pemanfaatan ekonomi, tetap harus seiring dengan menjaga tutupan hutan, jangan berkurang. Masyarakat bisa diajak untuk beragroforestri sambil merestorasi ekosistem dan memperkuat perlindungan hutan. Itu harus menjadi prioritas yang diterapkan bukan hanya di atas kertas, tetapi dalam aksi nyata.

Apalagi hutan Jambi bukan sekadar milik Suku Anak Dalam, melainkan milik dunia. Hutan adalah paru-paru yang bernapas untuk semua, menyerap karbon, menyaring udara, dan menyediakan keseimbangan ekosistem.

Saat berbicara tentang pengurangan emisi, tidak bisa lepas dari kewajiban untuk menjaga hutan agar tetap lestari. Hutan adalah jembatan yang menghubungkan generasi saat ini dengan masa depan yang lebih hijau dan bersih.

Sebagaimana masyarakat rimba dan masyarakat adat, mereka yang dianggap hidup dalam kesederhanaan, ternyata memegang teguh rahasia yang begitu mendalam tentang keberlanjutan.

Sore itu, Betapi tersenyum dan melambai saat harus berpisah. Wajahnya seperti mengirimkan pesan dari dalam hutan untuk semua di luar sana: “Rawatlah hutan ini, karena di sini kami hidup untuk kalian.”

Faktanya, Indonesia bukan hanya bangsa besar karena jumlah penduduknya atau luas wilayahnya, tetapi juga karena hutan-hutannya yang kaya. Manusianya, yang berutang pada alam, punya tanggung jawab untuk menjaga paru-paru dunia ini tetap bernapas.

Perjalanan ini bukan hanya membawa satu pertemuan dengan Betapi dan Suku Anak Dalam lainnya, melainkan juga menyadarkan bahwa melestarikan hutan ibarat menjaga harapan.

Tidak sekadar cerita tentang masa lalu, tetapi warisan untuk masa depan. Jika bangsa ini serius ingin memenangkan pertempuran melawan perubahan iklim, maka tugas ini adalah panggilan dari leluhur yang tak bisa diabaikan. (ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan