Kenaikan Upah Minimum Berpotensi Dorong Pertumbuhan Ekonomi Usaha
Presiden Prabowo Subianto saat mengumumkan kenaikan upah minimum 2025 sebesar 6,5 persen di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Direktur Eksekutif Center for Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai bahwa kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) pada tahun 2025 sebesar 6,5 persen bisa memberikan dampak positif bagi dunia usaha.
Bhima menyatakan, berdasarkan analisis Celios, kenaikan UMP yang lebih tinggi dari ketentuan dalam UU Cipta Kerja akan memberikan surplus kepada sektor usaha, karena meningkatnya daya beli masyarakat.
“Celios memprediksi bahwa kenaikan UMP yang lebih tinggi dari yang tercantum dalam UU Cipta Kerja akan memberikan surplus ke dunia usaha. Kenaikan omzet akan terjadi karena daya beli masyarakat yang meningkat,” ujar Bhima dalam keterangan di Jakarta.
Berdasarkan simulasi yang dilakukan, pada kenaikan UMP sebesar 1,58 persen, surplus usaha diperkirakan mencapai Rp11,23 triliun.
Sementara pada kenaikan 8,7 persen, surplus ini bisa meningkat hingga Rp61,84 triliun, dan jika UMP naik 10 persen, surplus usaha dapat mencapai Rp71,08 triliun.
Meskipun demikian, Bhima mengingatkan bahwa meski terdapat peningkatan, dampak positif terhadap pendapatan masyarakat dan tenaga kerja lebih besar dibandingkan dampaknya terhadap dunia usaha.
Bhima juga mengungkapkan bahwa temuan ini membantah anggapan bahwa kenaikan upah minimum akan memberikan dampak buruk bagi dunia usaha.
Hal lain yang perlu diwaspadai, lanjutnya, adalah pengurangan impor barang konsumsi, yang bisa berdampak pada perekonomian domestik.
“Kenaikan konsumsi rumah tangga dapat mendorong permintaan terhadap barang-barang industri. Secara keseluruhan, ini akan meningkatkan pendapatan perusahaan,” katanya.
Bhima menyebutkan bahwa Presiden Prabowo Subianto saat ini masih berhati-hati dalam menggunakan UMP sebagai instrumen untuk mendorong pemulihan daya beli masyarakat pada 2025.
Menurut Bhima, kenaikan 6,5 persen pada UMP 2025 dianggap belum cukup signifikan untuk mendorong konsumsi rumah tangga secara substansial.
Menurut analisis Celios, kenaikan UMP yang ideal seharusnya berkisar antara 8,7 hingga 10 persen, yang diperkirakan dapat mendorong PDB hingga Rp106,3 triliun hingga Rp122 triliun.
Bhima menilai, untuk mendorong permintaan domestik yang lebih kuat, pemerintah perlu mempertimbangkan kenaikan UMP yang lebih tinggi.
“Dengan kenaikan UMP yang lebih baik dari ketentuan dalam UU Cipta Kerja, buruh akan memiliki daya beli tambahan yang dapat mempercepat perputaran ekonomi. Kami harap Presiden Prabowo akan merevisi kebijakan ini untuk mendukung pemulihan ekonomi,” tambah Bhima. (*)