Penghapusan Ambang Batas Pencalonan Presiden Perkuat Kedaulatan Rakyat

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) didampingi anggota Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) berbincang saat berlangsungnya sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi.--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Guru Besar Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof. Gonda Yumitro menyatakan bahwa penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dapat memperkuat prinsip kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum di Indonesia.

Menurut Prof. Gonda, penghapusan presidential threshold membuka peluang yang lebih besar bagi partai politik dari berbagai tingkat untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden, sehingga menciptakan pemilu yang lebih inklusif dan adil.

Keputusan ini, katanya, juga berpotensi mengurangi polarisasi politik yang sering terjadi akibat keterbatasan jumlah pasangan calon, seperti yang terlihat pada pemilu-pemilu sebelumnya.

BACA JUGA:MK Register Pemohonan Sengketa Untuk 6 Gugatan Pilkada di Provinsi Jambi

BACA JUGA:DPR Bahas Dampak Putusan MK Terhadap Jumlah Capres Usai Hapus Presidential Threshold

“Dengan putusan ini, pemilu Indonesia diharapkan dapat lebih mengutamakan asas keadilan dan inklusivitas, memberikan kesempatan yang lebih besar bagi partai politik, apapun ukurannya, untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden,” ujarnya saat dihubungi ANTARA di Jakarta.

Prof. Gonda menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapuskan presidential threshold sebagai langkah penting dalam reformasi demokrasi Indonesia.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa keputusan ini membawa tantangan besar, yaitu kemungkinan munculnya lebih banyak pasangan calon yang bisa membuat kampanye dan konsensus politik pasca-pemilu menjadi lebih rumit.

“Keputusan ini berpotensi membuat pemilu lebih kompleks dengan banyak pasangan calon, dan kampanye serta konsensus politik pasca-pemilu akan menjadi lebih sulit,” tambahnya.

Menurutnya, meskipun langkah ini dapat memperkuat demokrasi, penting untuk ada mekanisme pembatasan jumlah calon dengan syarat tertentu, guna menjaga stabilitas dan efektivitas proses demokrasi di Indonesia.

Dengan begitu, perubahan tersebut dapat membawa manfaat nyata tanpa membingungkan pemilih.

“Oleh karena itu, revisi Undang-Undang Pemilu serta pengaturan teknis lebih lanjut sangat diperlukan agar pencalonan presiden dan wakil presiden tetap efektif, adil, dan mudah dipahami oleh pemilih, terlebih dalam konteks masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat partisipasi politik yang relatif rendah,” jelas Prof. Gonda.

Ia juga mengingatkan partai politik untuk berupaya meningkatkan literasi politik di kalangan masyarakat agar lebih banyak pemilih yang aktif berpartisipasi dalam proses demokrasi dan dapat mengontrol jalannya politik.

Sebelumnya, pada 2 Januari 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menghapus ketentuan presidential threshold yang tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Penghapusan ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan