Jalankan Tradisi Andingingi, Menjaga dan Menghargai Hutan
ANAK SUKU KAJANG: Sejumlah anak Suku Kajang berbaris mengikuti upacara di lapangan SDN 351 Kawasan, Desa Tanah Towa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Sabtu (7/9/2024). FOTO: ANTARA FOTO/HASRUL SAID --
Mengenal Suku Kajang, Sang Penjaga Alam
Suku Kajang merupakan salah satu suku tertua yang mendiami wilayah Tanah Towa di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Untuk menuju wilayah ini dibutuhkan waktu 5-6 jam dari Kota Makassar dengan jarak 197 kilometer. Sedangkan, dari kota Kabupaten Bulukumba ke kawasan adat sekitar satu jam dengan jarak sekira 36 kilometer.
---
CAHAYA matahari pagi menerobos di sela awan putih mengiringi aktifitas warga yang mulai menggeliat.
Di pasar tradisional Kajappoa yang terletak di wilayah Kajang Luar, beberapa lelaki berpakaian hitam mengenakan celana pendek, dengan sarung biru pekat melingkar di tubuh serta penutup kepala atau Passapu khas masyarakat kawasan adat, terlihat menenteng parang.
Mereka tengah menunggu tumpangan untuk bergotong royong mendirikan balla-balla persiapan ritual ruwat bumi Andingingi di dalam hutan.
BACA JUGA:Pemkot Makassar Bertekad Memajukan Digitalisasi Transaksi Pemda
BACA JUGA:Viral di Media Sosial: Warga Jual Masjid di Makassar Seharga Rp 2,5 Miliar
Lokasi pelaksanaan andingingi tahun ini disepakati berada di hutan wilayah Dusun Jannaya, masih teritorial Desa Tanah Towa. Ritual kali ini digabung dengan agenda Festival Pinisi, program Pemerintah Kabupaten Bulukumba.
Jarak dari kantor desa ke tempat itu sekitar satu kilometer. Kepala Desa Tanah Towa Zulkarnain turut mengkomandoi pendirian balla-balla atau rumah-rumah kecil setinggi pinggang orang dewasa dengan panjang sekira 10 meter dan lebar 3 meter.
Balla-balla tersebut tanpa sekat sengaja dibuat kecil sederhana, supaya para pemangku adat maupun tetamu yang hadir memiliki posisi sama, duduk bersila. Maknanya adalah sebagai bentuk kerendahan dan kesederhanaan.
Atap untuk balla-balla itu terbuat dari alang-alang dengan tiang kayu sudah dibentuk sebagai penyangga kemudian ditancapkan ke tanah agar kokoh.
Menjelang petang, ada orang datang membawa air keramat dari sumur tua Buhung Bontopao dan Buhung Tombolo. Air tersebut selanjutnya diterima lalu didiamkan dalam wadah. Ritual adat ini disebut appalenteng ere sebagai persiapan awal andingingi.
Sekitar pukul 20.00 Wita, ritual mulai dilaksanakan dalam hutan. Pemangku adat didampingi Galla Lombo (kepala desa) beserta perempuan masyarakat adat sudah bersiap dengan duduk bersila mengenakan pakaian hitam. Suasana tempat yang diterangi cahaya lilin itu mulai terasa sakral diiringi suara jangkrik saling adu bunyi berisik.