Baca Koran Jambi Ekspres Online

Komisi X Usulkan Literasi Digital Masuk Kurikulum Nasional, Tanggapi Wacana Pelarangan Gim Roblox

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO— Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menyampaikan usulan agar Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) segera memasukkan literasi digital sebagai bagian integral dalam kurikulum pendidikan nasional.

Menurutnya, di tengah era digital yang semakin kompleks dan masif, pendidikan karakter tidak lagi cukup hanya mengandalkan pendekatan konvensional.

Literasi digital, kata dia, menjadi kebutuhan mendesak yang tidak dapat ditunda, terutama dalam membekali anak-anak dengan kesadaran, etika, dan ketahanan terhadap pengaruh negatif dari dunia digital.

Pernyataan ini disampaikan Lalu kepada wartawan di Jakarta pada Senin (11/8), menanggapi pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, yang sebelumnya mewacanakan pelarangan anak-anak bermain gim daring seperti Roblox.

Menurut Lalu, pernyataan Mendikdasmen tersebut merupakan sinyal penting bahwa perlindungan terhadap anak di ruang digital harus dilakukan secara sistemik, dan bukan semata-mata dengan pendekatan larangan.

Ia menilai bahwa literasi digital adalah solusi jangka panjang yang lebih tepat, karena membangun kesadaran dari dalam diri anak tentang bagaimana menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab.

Lalu menjelaskan bahwa tantangan digital yang dihadapi generasi muda saat ini jauh lebih rumit daripada yang dihadapi generasi sebelumnya.

Anak-anak kini berhadapan dengan risiko kecanduan gawai, penyebaran informasi palsu atau hoaks, manipulasi data pribadi, serta dampak algoritma media sosial yang bisa membentuk pola pikir tanpa disadari.

Dalam kondisi demikian, literasi digital bukan sekadar kemampuan teknis menggunakan perangkat, tetapi lebih jauh menyentuh aspek pembentukan karakter digital yang kuat, etis, dan berpikir kritis.

Politisi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mendorong agar penyusunan kurikulum literasi digital dilakukan secara partisipatif, melibatkan berbagai kalangan.

Tidak hanya pakar pendidikan, tetapi juga psikolog anak, komunitas digital, guru, orang tua, hingga kelompok anak dan remaja itu sendiri.

Ia menekankan bahwa kurikulum literasi digital tidak boleh bersifat teoritis semata, melainkan harus kontekstual dan aplikatif, menjawab kebutuhan serta realitas yang dihadapi siswa setiap hari di dunia maya.

Lalu juga menyoroti pentingnya transformasi peran sekolah formal sebagai garda depan dalam pembentukan karakter digital siswa.

Ia mengatakan bahwa sekolah tidak boleh lagi hanya menjadi tempat mentransfer ilmu pengetahuan, melainkan juga menjadi ruang yang aman dan mendukung untuk mengasah daya kritis dan nilai-nilai etika anak di dunia digital.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan