Audit Investigasi Sirekap, Tak Pengaruhi Hasil Pemilu

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) R. Haidar Alwi--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO - Akurasi data yang disajikan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus jadi sorotan publik. Otoritas penyelenggara Pemilu berencana melaksanakan audit investigasi terhadap aplikasi SIREKAP. Beberapa kalangan menyebut, audit tersebut tidak berpengaruh terhadap hasil Pemilu 2024.

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) R. Haidar Alwi mengatakan bahwa audit investigasi terhadap SIREKAP KPU tidak akan mengubah hasil pemilu. Pasalnya aplikasi SIREKAP hanya sebagai alat bantu saja. "Audit investigasi tidak akan mengubah hasil pemilu," tandasnya kepada wartawan di Jakarta pada Sabtu (17/2).

Haidar menegaskan Hasil pemilu yang sebenarnya tetap ditentukan oleh rekapitulasi penghitungan suara secara manual yang dilakukan berjenjang. Mulai dari tingkat bawah hingga nasional. Pertanyaan soal audit investigasi tersebut, dia sampaikan untuk merespon pernyataan ini dilontarkannya merespon desakan TPN Ganjar-Mahfud dan Timnas Amin. Keduanya merasa dirugikan oleh SIREKAP milik KPU.

Sesuai dengan tujuannya, SIREKAP milik KPU adalah bagian dari transisi atau proses perubahan penyelenggaraan pemilu dari manual ke digital. Dengan adanya audit investigasi, justru dapat mengidentifikasi kelemahan SIREKAP KPU untuk disempurnakan ke depannya. Sehingga dapat digunakan sebagai acuan ketika Indonesia sudah menerapkan e-counting sepenuhnya di masa yang akan datang.

BACA JUGA:9 Parpol Melenggang ke Senayan

BACA JUGA:Tinggalkan PSG di Akhir Musim

"Jadi, kesalahan SIREKAP KPU membaca data C1 dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam proses penyempurnaan sebuah sistem teknologi pemilu," terangnya. Menurut dia, teknologi yang ada saat ini semuanya melewati proses penyempurnaan. Dia mencontohkan teknologi ponsel yang digunakan saat ini, adalah hasil penyempurnaan temuan puluhan tahun lalu.

Di sisi lain, ia tidak menampik kelemahan SIREKAP milik KPU telah menimbulkan kebingungan bahkan kegaduhan di masyarakat maupun di kalangan peserta pemilu. Haidar mengatakan hal itu tidak akan terjadi bila semua pihak memahami penentuan hasil pemilu bukan dari real count SIREKAP milik KPU. Melainkan dari perhitungan manual berjenjang.

Sementara itu untuk hitung cepat atau quick count yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei kredibel merupakan bentuk partisipasi non-pemerintah yang diatur dalam Pasal 448 ayat 2 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Di banyak negara, quick count merupakan alat kontrol hasil pemilu yang akurasinya terbukti sepanjang memakai metode ilmiah yang benar.

Pemahaman tersebut menjadi sangat penting agar masyarakat tidak salah kaprah dan mudah terprovokasi oleh adanya propaganda kecurangan pemilu," terangnya. Haidar mengimbau masyarakat untuk sama-sama mengawal hasil pemilu. Jika ada pihak yang tidak puas, seharusnya mengumpulkan data-data dan bukti-bukti untuk dilaporkan ke Bawaslu atau diselesaikan secara elegan di Mahkamah Konstitusi. Bukan malah menghasut masyarakat untuk tidak mempercayai hasil pemilu.

Untuk diketahui, pada (17/2), perolehan suara pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mencapai 57,46 persen berdasarkan hitung cepat atau quick count oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sabtu.

Berdasarkan situs resmi KPU https://pemilu2024.kpu.go.id/pilpres/hitung-suara, Sabtu, pukul 10.25 WIB, perolehan suara pasangan calon Prabowo-Gibran mencapai 57,46 persen atau setara dengan 44.501.123 suara.

Di posisi kedua, ada pasangan calon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan perolehan suara 24,66 persen atau setara dengan 19.056.677 suara.

Kemudian, di posisi terakhir, ditempati pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan persentase suara 17,88 persen atau setara dengan 13.846.580 suara. (ant)

Tag
Share