Wisatawan Lakukan Segala Aktivitas di Atas Air

RUMAH-RUMAH DI KAMPUNG YOBOI: Pemandangan rumah-rumah di Kampung Yoboi, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. FOTO: ANTARA/LINTANG BUDIYANTI PRAMESWARI --

“Ini sangat baik sekali, supaya dapat merubah pola pikir masyarakat untuk mengolah sagu tidak hanya sebatas membuat papeda atau sagu porno, tetapi bisa dikembangkan menjadi olahan dengan nilai ekonomis tinggi,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Jayapura, Jenny S Deda.

Dusun Sagu

Dusun atau hutan sagu di Kabupaten Jayapura pada kurun waktu 1960-2000 masih sangat luas. Namun, kini mulai menyusut karena sebagian berubah fungsi menjadi kawasan-kawasan permukiman penduduk dan lainnya.

Data Bappeda Kabupaten Jayapura pada 2019 menyebutkan, luas hutan sagu di daerah ini diperkirakan mencapai 3.302 hektare yang terdapat pada enam distrik, yakni di Distrik Sentani 1.964,5 hektare, Sentani Timur 473,0 hektare, Sentani Barat 74,6 hektare, Waibhu 138,9 hektare, Unurum Guay 277,3 hektare, dan Demta 374,6 hektare.  

Pemda setempat kini berupaya agar lahan sagu tidak semakin menyusut dengan mengubah cara pandang masyarakat, sehingga dusun atau hutan sagu tetap terpelihara dengan baik. Sagu tidak hanya menjadi sumber pangan, akan tetapi bisa meningkatkan ekonomi keluarga melalui berbagai olahan.

Masyarakat Papua dahulu mempunyai kebiasaan mengonsumsi papeda, sagu porno dan berbagai jenis umbi-umbian sebagai makanan pokok. Kemudian, pada tahun 1980-an mereka mulai mengenal makanan dari beras.

Tokoh adat Papua Ramses Wally sangat mendukung Badan Pangan dan Pertanian PBB yang ingin membantu masyarakat Kampung Yoboi mengelola sagu berkelanjutan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Sagu itu identitas kami masyarakat Papua, karena sagu maka kami ada. Sagu begitu tuanya dengan adat dan budaya orang Papua,” ujarnya.

Sagu ketika dikelola dengan baik dan dikembangkan melalui teknologi maka akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebab, sagu tidak hanya dibuat sebagai papeda tetapi dapat dijual ke pasaran menjadi tepung sagu yang bersih dan berkualitas.

“Tugas kita sebagai masyarakat asli Papua dan sebagai pimpinan adat harus memproteksi dan menyampaikan ke warga supaya kembali dan menjaga dusun sagu, jangan dijual untuk kesenangan sesaat, tetapi akan membuat anak cucu menderita seumur hidup,” katanya menambahkan.

Untuk menjaga lahan sagu, masyarakat harus selalu menjaga kelestarian hutan yang ditumbuhi berbagai tanaman sebagai sumber makanan pokok masyarakat Papua. Selain itu, hutan tempat hewan hidup di dalamnya,  juga bisa menjadi sumber protein.  (ant)

Tag
Share