Bahasa Lokal Dijadikan Sebagai Mata Pelajaran Muatan Lokal

BUKU-BUKU: Buku-buku berbahasa daerah hasil kolaborasi Balai Bahasa di Papua dengan pemda dan pemkot guna melestarikan bahasa daerah. FOTO: ANTARA/EVARUKDIJATI --

Balai Bahasa di Papua sudah melakukan penelitian dari tahun 2006-2019 dan mendata ada 428 bahasa, terbanyak penuturnya adalah bahasa Dani, Baliem atau Hubula di Provinsi Papua Pegunungan dan bahasa Mee di Papua Tengah yang memiliki penutur lebih dari 1.000 orang.

Memang hanya dua bahasa itulah yang memiliki penutur lebih dari 1.000 orang bahkan masih banyak generasi muda yang fasih menggunakan bahasa lokal atau bahasa ibu, jelas Anton Maturbongs.

Melalui program "Merdeka Belajar" sejak tahun 2022 juga dilakukan revitalisasi bahasa daerah, yakni pelajaran muatan lokal diisi dengan pemberian pelajaran bahasa daerah sehingga para peserta didik mengenal bahasa daerah di mana dia tinggal atau bermukim.Beberapa daerah yang telah bekerja sama dengan Balai Bahasa di Papua memasukkan mata pelajaran bahasa lokal, seperti yang dilakukan Pemda Jayawijaya melalui Dinas Pendidikan, yang menerapkan pembelajaran bahasa Dani di sekolah dasar.

Ada 38 sekolah dasar di Kabupaten Jayawijaya telah memasukkan pelajaran Bahasa Dani kepada para peserta didik sehingga mereka dapat mengenal dan mempelajari bahasa yang digunakan masyarakat di Provinsi Papua Pegunungan, kata Anton Maturbungs.

Butuh Payung Hukum

Kepala Sekolah Dasar Negeri Kotaraja Dorce Elsye Mano siap mengalokasikan waktu untuk pelajaran bahasa lokal, namun saat ini masih menunggu payung hukum atau petunjuk dari Dinas Pendidikan Kota Jayapura.

Secara prinsip SDN Kotaraja siap, namun untuk pelaksanaannya masih perlu diatur lebih rinci, misalnya, apakah pengajarnya itu dari guru yang ada atau dari luar, mengingat jumlah penutur berbahasa Tobati terbatas.

"Tidak mudah mengajarkan bahasa lokal karena (guru) harus benar-benar fasih, termasuk menulis dan mengartikannya," kata Elsye Mano yang mengaku berasal dari Tobati namun tidak fasih berbahasa.

Bila program tersebut dilaksanakan di sekolah-sekolah, diyakini jumlah penutur bertambah sehingga tidak perlu ada kekhawatiran bahasa lokal akan punah.

"Saya selaku pendidik berharap bahasa-bahasa yang ada di wilayah Kota Jayapura, selain Tobati, yakni Engros, Kayu Pulau, Nafri, serta Skouw, salah satunya diajarkan kepada para pelajar agar bahasa lokal tidak punah," kata Elsye Mano.

Peran Keluarga, Adat, Dan Agama 

Antropolog Universitas Cenderawasih Frederik Sokoy memaparkan bahwa untuk membangkitkan minat generasi muda di Tanah Papua menggunakan bahasa lokal, butuh kerja sama semua pihak terutama keluarga, adat, dan komunitas agama karena peran merekalah yang utama untuk merawat bahasa lokal.

Untuk melestarikan bahasa Sentani, misalnya, masyarakat adat menggandeng berbagai pihak termasuk gereja -- dalam hal ini Sinode -- agar sekali dalam sebulan pada ibadah hari Minggu, menggunakan bahasa daerah.

Dengan digunakannya bahasa daerah maka jumlah penutur terus bertambah sehingga bahasa tersebut tidak punah digerus perubahan zaman karena generasi muda makin fasih dalam berbahasa lokal.

Keluarga juga diminta berperan aktif menggunakan bahasa lokal saat berkumpul bersama, termasuk para tokoh ketika bertemu dengan warga, tidak hanya di kampung, tetapi juga di setiap pertemuan.

Tag
Share