Semangat Ikut Upacara
Sejak sekitar pukul 08.00 waktu Malaysia (pukul 07.00 WIB) anak-anak sanggar bimbingan yang sebagian diantar orang tuanya mulai berdatangan. Sebagian besar mereka mengenakan pakaian berwarna dasar merah, begitu pula dengan para ibu yang ikutan kompak mengenakan baju berwarna merah.
Gladi resik dilakukan, sambil menunggu anak-anak lainnya datang, dan upacara baru benar-benar dimulai sekitar pukul 09.00. Bertindak sebagai pembina upacara adalah guru pembimbing dari Sanggar Bimbingan Permai Shiva Amanda Kirana Kesuma, yang sekaligus membacakan teks Proklamasi.
Adapun pembacaan teks Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diserahkan kepada petugas upacara.
Menurut Pak E, setidaknya hampir 100 orang memenuhi ruangan, mengikuti upacara saat itu.
Upacara itu hanya mengambil waktu sekitar 30 menit saja dan semua berjalan singkat namun terasa khidmat. Kekhawatiran jika anak-anak belia itu akan bosan dan merengek di tengah upacara, ternyata tidak terjadi. Semua tampak tenang.
Bahkan salah seorang ibu mengaku menangis saat upacara masih berlangsung. Terharu karena dapat mengikuti lagi upacara 17 Agustus, mendengarkan dan menyanyikan bersama lagu Indonesia Raya, sebuah kesempatan langka baginya.
Ruang Kebangsaan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi V, kata “kebangsaan” setidaknya memiliki empat arti. Kebangsaan merupakan ciri-ciri yang menandai golongan bangsa, perihal bangsa, kedudukan sebagai orang mulia, dan kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara.
Kesadaran diri sebagai warga dari suatu bangsa jelas terlihat dari mereka yang hadir dalam upacara itu. Dengan sadar mereka datang, berkumpul bersama warga negara Indonesia (WNI) lainnya, mengikuti perayaan ke-79 kemerdekaan bangsanya.
Bagaimanapun, mereka membutuhkan ruang untuk dapat menunjukkan perasaannya sebagai rakyat yang memiliki rasa cinta tanah air, dan rela berkorban untuk cita-cita bangsa, sekalipun secara fisik mereka tidak berada di negerinya.
Dan ruang itu yang coba Permai Penang berikan bagi WNI di sana. Mereka yang sebagian besar merupakan pekerja migran Indonesia mungkin memang belum mendapat kesempatan untuk merasakan perayaan HUT Kemerdekaan beramai-ramai di kantor-kantor perwakilan RI yang ada di Malaysia, tetap dapat hadir di petak mungil itu untuk menumpahkan rasa kebangsaannya.
Ada pesan yang ingin mereka sampaikan melalui kegiatan itu kepada pihak berwenang di Indonesia, bahwa mereka ada di Malaysia. Tetap cinta Indonesia, menjaga persatuan, dan tetap membangun jiwa nasionalisme.
“Kami coba memaknai bagaimana menjaga jiwa nasionalisme dengan utuh. Kami ada di negara lain, tapi hati kami tetap ada di Indonesia,” kata Khozaeni.
Dengan mengumpulkan dana secara swadaya tidak lebih dari 600 ringgit Malaysia (sekitar Rp2 juta), mereka menyemarakkan hari kemerdekaan bersama-sama.