JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Anggota Bawaslu Puadi mewanti-wanti para pengawas pemilu untuk bersiap menghadapi tahapan Pemilihan 2024 yang semakin krusial.
Para pengawas pemilu diminta menyiapkan diri terkait pemahaman pengawasan dan penanganan pelanggaran dalam pemilihan.
Berdasarkan Peraturan KPU 2/2024 tentang jadwal dan tahapan, saat ini hingga 21 September merupakan tahapan penelitian persyaratan calon.
Lalu pada 22 September 2024 dilakukan penetapan pasangan calon (paslon), dilanjutkan dengan tahapan kampanye pada 25 September 2024.
BACA JUGA: Kotak Kosong Menang, Bawaslu Sarankan Pilkada Digelar 2025
BACA JUGA:Tingkatkan Pemahaman Hukum, Bawaslu Batanghari Gelar Sosialisasi Bersama Kades dan Lurah
"Tantangan kita (pengawas pemilu) di pemilihan sangat berat. Saya mohon dukungan dari semuanya para pimpinan Bawaslu daerah dan sekretariat," ucap Puadi dalam Pelatihan Penerimaan Laporan Pembuatan Putusan dan Tata Cara Persidangan yang digelar Bawaslu Kepulauan Riau, di Batam.
Dia menegaskan para pengawas pemilu harus menguasai penuh hukum beracara dalam penanganan pelanggaran pemilihan.
Batas waktu penanganan, tidak adanya pemeriksaan in absentia, serta pemahaman aturan teknis baik dalam Undang Undang 10/2016 maupun Peraturan KPU harus menjadi perhatian pengawas pemilu.
Dalam tahapan kampanye, Puadi mengingatkan pengawas pemilu juga harus memahami larangan kampanye sebagaimana termuat dalam Pasal 69. Khusus untuk Pasal 69 huruf (i) itu normanya harus sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XII/2024 terkait aturan kampanye di tempat pendidikan yang dibolehkan sepanjang ada persyaratan.
BACA JUGA:Pencegahan Pelanggaran Jadi Fokus Utama Bawaslu
BACA JUGA:Puadi Persiapkan Satu Data Informasi Bawaslu
"Termasuk juga larangan kampanye di tempat ibadah dan pendidikan yang sifatnya kumulatif bukan alternatif," kata dia.
Salah satu kewenangan yang harus dipahami secara paripurna lagi oleh pengawas pemilu yakni soal sanksi diskualifikasi atau pembatalan sebagai calon peserta pemilihan dan penanganan pelanggaran administrasi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Puadi menjelaskan aturan teknis tersebut merujuk pada Perbawaslu 9/2020. Dia menilai pelanggaran administrasi TSM ini lebih galak dari sanksi pidana karena sanksinya diskualifikasi.