PALU, JAMBIEKSPRES.CO-Seorang oknum TNI dengan pangkat Letnan Satu Infanteri (Lettu Inf) Agus Yudo yang menjabat sebagai Danramil 1306-02/Biromaru, dilaporkan menampar manajer SPBU Tavanjuka Palu, Asriadi Hamzah, pada Jumat (6/12) pagi, karena alasan terkait pengisian BBM jenis pertalite yang tidak menggunakan kode QR.
Menurut penuturan korban, Asriadi Hamzah, kejadian bermula ketika pelaku meminta untuk mengisi BBM jenis pertalite sebanyak lima liter untuk kendaraan pribadinya.
Namun, sejak 1 Desember 2024, SPBU tempat Asriadi bekerja menerapkan kebijakan baru yang mengharuskan setiap pengisian BBM jenis pertalite dilakukan dengan menggunakan kode QR, sebagai bagian dari sistem yang baru.
BACA JUGA:Rutin Servis-Pola Berkendara Bisa Menghemat BBM, Ini Alasannya
BACA JUGA:Diduga Ada Gudang BBM Ilegal di Mayang Mengurai
"Asriadi menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mendata pembelian BBM dengan lebih akurat. Ia menawarkan bantuan kepada pelaku untuk mendaftarkan kode QR, dengan waktu proses yang tidak lebih dari lima menit, asalkan jaringan internet lancar. Namun, pelaku menolak dan mempertanyakan kebijakan tersebut," ujar Asriadi.
Menurut rekaman CCTV yang ada, saat pelaku menanggapi penjelasan tersebut dengan marah, ia langsung menampar telinga kanan Asriadi. Setelah kejadian tersebut, pelaku meninggalkan lokasi tanpa meminta maaf dan bahkan menantang korban untuk melaporkan perbuatannya.
"Asriadi juga menyebutkan bahwa usai penamparan, pelaku tidak menunjukkan penyesalan dan malah menantang untuk melaporkan insiden tersebut ke pihak berwenang," lanjutnya.
Dalam upaya penyelesaian, Asriadi mengungkapkan bahwa ia sudah melakukan mediasi di Kodim 1306/Donggala Kota Palu, namun ia menegaskan bahwa dirinya tidak bisa berdamai dan akan menempuh jalur hukum atas kejadian tersebut.
"Saya sudah melapor ke Denpom XIII-2 Palu dan diminta untuk membuat surat keterangan berobat, sebagai langkah untuk visum dan melanjutkan laporan ke pihak berwajib," kata Asriadi.
Insiden ini menambah sorotan terkait tindakan kekerasan yang melibatkan aparat militer, yang harus diproses sesuai prosedur hukum yang berlaku. (*)