Konflik Manusia dan Gajah di Bentang Alam Bukit Tigapuluh, Mencari Solusi Melalui Tata Ruang dan Konservasi

Senin 23 Dec 2024 - 21:26 WIB
Reporter : Muhammad Akta
Editor : Muhammad Akta

"Terakhir, gajah sampai di kebun warga di belakang masjid. Apa saja yang ditanam pasti habis, terutama sawit," ungkap Heriantoni.

Korban Jiwa dan Kekecewaan Masyarakat

Warga hanya bisa mengusir gajah secara manual, tanpa adanya kompensasi dari Dinas Perkebunan atau Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Bahkan, konflik ini telah memakan korban jiwa.

“Ada warga yang meninggal karena diinjak gajah. Ini bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga keselamatan,” tambahnya.

Masyarakat pun menyuarakan keprihatinan terhadap pembukaan hutan baru untuk perkebunan sawit. Mereka berharap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Tebo menghentikan ekspansi lahan agar habitat gajah tidak semakin terganggu.

“Harapan kami, perusahaan cukup dengan kebun yang ada sekarang. Jangan lagi membuka lahan baru di kawasan hutan. Kalau hutan habis, gajah tidak punya tempat tinggal dan masalah ini akan terus terjadi,” pintanya.

Warga Semambu Harapkan Solusi Berkelanjutan

Warga Desa Semambu juga meminta pemerintah, perusahaan, dan lembaga konservasi untuk bekerja sama dalam mencari solusi yang lebih berkelanjutan.

Mereka berharap ada langkah-langkah mitigasi konflik jangka panjang, seperti perlindungan kawasan hutan sebagai habitat alami gajah.

Halmi, seorang warga Desa Semambu, menjadi korban terbaru dari serangan gajah liar yang merusak kebun sawitnya. Ia menceritakan pengalaman menegangkan saat kawanan gajah memasuki kebunnya.

“Saya sering memantau kebun pagi, siang, sore, dan malam. Tapi sore itu ada gajah yang makan di kebun saya. Jaraknya hanya sekitar 20 meter dari saya. Karena takut, saya langsung pulang ke kampung untuk mengajak keluarga membantu mengusirnya,” ungkap Halmi.

Menurut Halmi, kawanan gajah yang memasuki kebunnya berjumlah 17 ekor. Akibatnya, satu hektar kebun sawit miliknya habis dirusak dan pohon-pohon sawitnya dimakan.

“Semua pohon sawit di kebun saya habis dimakan gajah. Ini bukan pertama kali gajah masuk ke kebun saya. Dulu mereka pernah datang, tapi hanya sebagian kecil yang dirusak. Kali ini, seluruh isi kebun sawit habis,” keluh Halmi.

Halmi berencana menanam ulang kebun sawitnya, meskipun risiko serangan gajah tetap menghantui. “Saya tidak tahu harus bagaimana. Kalau begini terus, usaha kami sebagai petani kecil akan sulit bertahan,” tambahnya.

Warga Desa Semambu meminta perhatian dari pihak terkait untuk menangani konflik manusia dan gajah ini, serta berharap ada solusi jangka panjang agar kerugian serupa tidak terulang. (*)

Kategori :