MUARA TEBO, JAMBIEKSPRES.CO–Di tengah tekanan harga karet yang rendah dan persaingan dengan kelapa sawit, petani karet di Bukit Tiga Puluh, Kabupaten Tebo, terus berinovasi untuk mempertahankan pendapatan.
Salah satu langkah yang mereka tempuh adalah diversifikasi tanaman dengan menanam kopi serta menjalin kemitraan dengan WWF Indonesia.
Achmad Haris, petani di Desa Semambu Kecamatan Sumay yang tergabung dalam Kelompok Tani Harapan Jaya, mengatakan bahwa pendampingan dari WWF Indonesia telah membantu mereka meningkatkan harga jual getah karet.
“Dulu kami terpaksa menjual karet ke tengkulak dengan harga rendah karena masalah utang. Namun, dengan pendampingan WWF, kami kini bisa menjual langsung ke pabrik dengan harga yang lebih baik,” ujar Haris.
BACA JUGA:Petani Karet Bukit Tiga Puluh Tebo Temukan Solusi Inovatif untuk Tingkatkan Pendapatan
BACA JUGA:Pabrik Karet Kekurangan Bahan Baku Lokal, Menurunnya Produksi Karet Jambi Jadi Penyebab
Selain masalah harga, petani karet di Bukit Tiga Puluh juga menghadapi gangguan dari satwa liar, terutama gajah. Untuk mengatasi hal ini, mereka mulai menanam kopi di antara pohon karet.
“Gajah tidak tertarik pada karet atau kopi. Dengan menanam kopi, kami merasa lebih aman dan juga mendapatkan penghasilan tambahan,” jelas Haris.
Tumidi, petani lainnya, menambahkan bahwa kopi memiliki manfaat lain bagi kebun karet. “Kopi Liberika tahan terhadap jamur akar putih, yang sering menyerang karet. Kopi juga membantu menjaga ekosistem sehingga pohon karet lebih sehat dan hasil getahnya meningkat,” katanya.
Peran WWF tidak hanya terbatas pada membantu penjualan karet, tetapi juga memberikan pelatihan teknis. Ketua Kelompok Tani Maju Bersama, Budi Ardiansyah, mengakui pelatihan tersebut telah mengubah cara pandang petani.
BACA JUGA:Petani Beralih ke Kebun Sawit, Lahan Karet di Jambi Terancam Punah
BACA JUGA:Saat Menyedap Karet, Warga Ladang Panjang Diserang Beruang Liar
“Banyak petani yang sebelumnya beralih ke sawit karena merasa perawatan karet lebih sulit. Namun, setelah pelatihan, kami tahu cara merawat karet dengan benar agar hasilnya optimal,” katanya.
Salah satu program yang diterapkan WWF adalah prinsip “satu mutu, satu waktu, satu harga” untuk memastikan harga jual yang transparan dan adil.
Meski menghadapi tantangan harga rendah, karet tetap memiliki potensi besar dalam perekonomian lokal. Selain menjadi sumber pendapatan, karet juga dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan sawit karena membutuhkan sedikit pupuk dan dapat menyerap karbon dioksida.