Jalankan Tradisi Andingingi, Menjaga dan Menghargai Hutan

Selasa 07 Jan 2025 - 21:15 WIB
Editor : Adriansyah

Tak lama setelah prosesi tersebut berakhir, hujan turun meski tidak berlangsung lama.

"Biasanya setelah ritual ini, pasti hujan. Air di wadah itu tidak boleh ditinggalkan apalagi diganggu. Harus ada yang menjaga sampai Andingingi dimulai. Ritual Andingingi ini tujuannya ikut mendinginkan bumi serta memperoleh keberkahan," ucap Kepala Desa Tanah Towa selaku Galla Lombo Zulkarnain.

Prosesi Ritual Andingingi

Keesokan paginya, prosesi ritual andingingi pun dimulai. Seluruh orang yang hadir mengenakan pakaian serba hitam.

Para tamu, termasuk Bupati Bulukumba Andi Muchtar Ali Yusuf, disuguhi tuak yang mereka sebut minuman keberkahan, diambil dari pohon aren atau inru dalam hutan adat. Minuman khas ini memang selalu disiapkan dalam setiap ritual maupun pesta adat.

Prosesi andingingi dimulai dengan ritual palenteng ere, setelah sebelumnya meminta izin kepada Ammatoa untuk pelaksanaannya.

Di ritual ini, dua orang mengitari balla-balla sambil memercikkan air yang sudah disiapkan menggunakan tangkai buah pinang yang diikat bersama dedaunan dinamai raung kayu patang pulo (40 macam kayu yang ada di kawasan hutan adat) ke delapan penjuru mata angin, kemudian memercikkannya ke semua orang yang hadir.

Air suci itu dipercaya akan membawa keberkahan bagi semua yang terkena percikannya. Selain itu percikan air itu dipercaya akan “mendinginkan” alam semesta sehingga tidak terjadi bencana.

Setelah pabbe'bese selesai, dilanjutkan dengan Bacca' atau penandaan sejenis bedak cair terbuat dari tepung beras dicampur kunyit yang ditempelkan kepada orang yang hadir di leher maupun jidatnya. Itu merupakan disimbolkan dua nilai utama, yakni pikiran jernih serta jujur dalam berkata-kata dan berbicara selalu berkata benar.

Setelah prosesi Bacca, dilanjut prosesi Allabian Dedde atau pemberkatan sesajen yang sudah disiapkan terdiri dari 12 jenis, termasuk telur, beras putih, beras hitam, beras merah, daun sirih, dan aneka makanan seperti ketan dan pisang ditaruh dalam wadah konre-konre atau anyaman daun kelapa.

Sesajen yang sudah didoakan itu, ditaruh pada tempat sudah disediakan di depan pohon besar hutan setempat, sebagai penggambaran hubungan erat antara manusia dengan alam, dan bukan menyembah pohon.

"Ritual andingingi itu harapannya adalah bagaimana alam semesta ini tetap dingin-dingin, masyarakat hidup tentram, aman dan damai, pendapatannya direstui oleh Yang Maha Kuasa itu tujuan utama. Kedua, bagaimana tahun ke depan sama dengan tahun sebelumnya, aman, damai" kata Pemuka Masyarakat Adat Kajang Kahar Muslim.

Tujuan lainnya adalah bagaimana menjaga, menghargai apa saja yang ada di hutan termasuk tumbuhan dan mahkluk hidup di dalamnya, menjaga habitatnya supaya tidak terganggu.

Penggunaan bahan-bahan dalam ritual ini pun juga memiliki arti tersendiri. Beras hitam dimaknai sebagai simbol untuk tidak terpengaruh budaya dari luar.

Sedangkan beras ketan putih diartikan bahwa hati manusia harus tetap jernih, putih. Tidak boleh berburuk sangka terhadap orang lain serta senantiasa berbuat kebaikan dan adil. Beras ketan merah diartikan sebagai simbol untuk berjuang sampai titik darah penghabisan.

Sementara pisang yang diambil bukan sembarang pisang. Di sini dinamai 'loka kattin, pisang kamppiung' yang besar-besar khusus untuk acara adat dan dipercaya sebagai pisang yang pertama turun ke bumi.

Kategori :

Terkini

Kamis 09 Jan 2025 - 22:57 WIB

Cabut Izin Distributor Pupuk

Kamis 09 Jan 2025 - 22:56 WIB

35 PMI Dideportasi Dari Malaysia

Kamis 09 Jan 2025 - 22:37 WIB

Kerinci Buka Asa Ke Semifinal