Jeffry mengatakan potensi ancaman bahaya saat ini berkaitan dengan aliran lava dari Gunung Ile Lewotolok. Empat pengamat gunung api di Pos Pengamatan Ile Lewotolok pun mengoptimalkan segala metode pemantauan untuk mendapatkan data terkini sehingga bisa menjadi informasi bagi masyarakat. Tidak hanya mengamati data yang masuk ke pos, mereka pun memantau langsung dari lapangan.
Pos Pengamatan Gunung Api Ile Lewotolok selalu mengirimkan laporan per 24 jam saat status gunung itu berada pada Level II (Waspada). Namun, ritme kerja menjadi lebih intens ketika status gunung berada pada Level III (Siaga) yang mana laporan diberikan setiap enam jam.
Semakin naik status tingkat aktivitas gunung, maka koordinasi pun harus lebih sering dilakukan. Selain itu pemantauan juga lebih intens, karena semua itu berkaitan dengan data yang diolah.
Upaya pengurangan risiko bencana kini dimulai dari informasi yang akurat dari para pengamat gunung api. Sebagai garda terdepan, mereka berkewajiban memberikan laporan yang detail terkait gunung api agar ada rekomendasi yang tepat kepada masyarakat.
Di tengah ancaman erupsi saat ini, bagi Jeffry dan kawan-kawan yang menjadi pengamat gunung api adalah sebuah pekerjaan yang tidak hanya mengandalkan keterampilan fisik semata.
Salah satu hal yang menjadi pegangan Jeffry dan juga pengamat gunung api adalah kepekaan dan insting terhadap aktivitas gunung.
Pengamat gunung api harus mampu mengetahui sifat dari gunung yang ia amati. Pengamat juga harus serius dalam memantau gunung api, karena semua perubahan dari karakter gunung itu harus dilaporkan kepada pihak-pihak terkait yang berwenang.
“Pengamat gunung api harus mengenal karakter gunung yang diamatinya," ucap Jeffry yang saat ini mendapatkan amanah sebagai Kepala Pos Pengamatan Gunung Api Ile Lewotolok Lembata. (ant)