Tidak Hanya Sebatas Menghadirkan Ruang Terbuka Hijau

Kamis 30 May 2024 - 19:34 WIB
Editor : Jurnal

Mencegah Perubahan Iklim Lewat Bangunan Ramah Lingkungan

CRISIS Management Conference (CMC) 2024 yang dibuka di Jakarta, Rabu (29/5) menyibak kesadaran pengambil kebijakan di ibu kota untuk ikut berkontribusi mencegah perubahan iklim global. Seperti apa ceritanya?

 

PEMBANGUNAN Jakarta dengan segala problematika tentunya membutuhkan perencanaan yang matang agar tercipta kota berwawasan lingkungan yang hemat dalam penggunaan energi dan secara bertahap menggunakan energi baru dan terbarukan.

Green Building Council Indonesia (GBCI) menyebut penyumbang emisi terbesar dunia berdasarkan sektor masih disumbang industri (30 persen), pengelolaan bangunan (28 persen), transportasi (22 persen), dan lain-lain (9 persen).

Artinya, apabila emisi dari industri, bangunan, dan transportasi bisa ditekan, maka perubahan iklim global juga bisa dicegah. Tiga faktor itu juga yang menjadi persoalan kota-kota besar di dunia selama ini, termasuk di Jakarta.

Jakarta, sejauh ini masih berjuang untuk memperbaiki kualitas udara yang berdasarkan indeks kualitas udara (air quality index/ AQI), termasuk kota dengan udara yang masih perlu terus diperjuangkan untuk menjadi baik. Hal ini setara dengan kota-kota lain di dunia, seperti Lahore (Pakistan), Bagdad (Irak), Kinshasa (Kongo), New Delhi (India), Dhaka (Bangladesh).

Menurut GBCI kota-kota besar di dunia saat ini terus berupaya agar pemanasan Bumi jangan sampai terus terjadi. Kenaikan, misalnya hanya dua derajat Celcius akibat dari pemanasan Bumi, bisa membuat kota-kota, seperti Jakarta, bakal paling dirugikan.

Fenomena cuaca yang terjadi akhir-akhir ini di ibu kota, seperti rob (banjir pasang laut) dan bergesernya musim hujan atau kemarau bisa menjadi pertanda sudah terjadi perubahan iklim global.

Bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, kebijakan di tiga faktor penyumbang emisi, yakni industri, pengelolaan bangunan, dan transportasi, sudah bisa memberikan kontribusi menurunkan pemanasan global apabila dilaksanakan dengan bersungguh-sungguh.

Implementasi kebijakan "go green" atau ramah lingkungan tidak bisa dilaksanakan pemerintah daerah saja. Peran swasta dan masyarakat juga sangat penting untuk membuat Jakarta "nyaman" menjadi tempat hunian.

Penerapan yang dilaksanakan tidak sebatas menghadirkan ruang terbuka hijau, tetapi seluruh perilaku manusia yang ada di dalamnya juga harus mencerminkan upaya-upaya pengurangan emisi.

Pemprov DKI Jakarta, saat ini terus melengkapi transportasi publik berbasis listrik, seperti MRT, LRT, kereta komuter, armada TransJakarta, bahkan terus memperluas trotoar yang nyaman bagi pejalan kaki. Hanya saja, hal ini akan menjadi kurang optimal apabila tidak didukung warganya untuk menggunakan sarana ramah lingkungan tersebut.

Sampai saat ini jalan-jalan di ibu kota masih kerap diwarnai kemacetan, meski jaringan transportasi publik terus diperkuat.

Transportasi (kendaraan pribadi) masih menjadi penyumbang karbon (CO2) paling besar di Jakarta. Faktanya, ketika libur panjang (cuti bersama), indeks kualitas udara langsung membaik, namun kembali seperti semula ketika libur berakhir dan warga kembali beraktivitas normal.

Kategori :