Danau ini menyimpan sejarah panjang dan menjadi titik awal peradaban yang dialiri oleh nadi kehidupan, Sungai Citarum.
Situ Cisanti dikelilingi oleh panorama alam yang asri dan menyejukkan mata. Hutan lindung yang rimbun menjadi rumah bagi berbagai flora dan fauna. Danau ini merupakan hulu Sungai Citarum, sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Barat, yang dikenal sebagai "Ibu Citarum” yang memiliki luas kurang lebih 5 hektare dan berada di lahan seluas 10 hektare di Kawasan Perhutani.
Situ Cisanti menampung tujuh aliran mata air yaitu Pangsiraman, Cikoleberes, Cikawadukan, Cikahuripan, Cisadana, Cihaniwung, dan Cisanti, mengalir sepanjang 297 kilometer, mengairi sawah dan menjadi sumber kehidupan bagi jutaan masyarakat.
Bagi masyarakat Sunda, Situ Cisanti memiliki nilai spiritual yang tinggi. Di sini, terdapat petilasan Prabu Siliwangi, raja Sunda legendaris. Konon ia bertapa di tempat ini sebelum masuk Islam. Legenda lain menceritakan tentang Dipati Ukur, seorang panglima perang Sunda yang bersembunyi di Situ Cisanti saat dikejar oleh pasukan Belanda.
Sebagai hulu Sungai Citarum, Situ Cisanti memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan. Berbagai upaya dilakukan untuk menjaga kebersihan danau dan sekitarnya, seperti revitalisasi air danau, edukasi bagi masyarakat dan wisatawan, serta penanaman pohon hingga ikan di kawasan danau.
Sekretariat Satgas Citarum, Sandhi Firmansyah, menyampaikan bahwa revitalisasi Situ Cisanti merupakan kelanjutan dari SK Menteri Kehutanan Nomor 195 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa status Gunung Wayang sebagai hutan lindung yang perlu dilestarikan.
Selanjutnya tepat pada Februari 2018 kawasan tersebut dilakukan pembersihan oleh TNI sebagai program Citarum Harum yang digagas oleh Pemerintah Pusat kala itu.
“Dulu airnya agak kehijauan karena banyak eceng gondok tumbuh, tetapi sejak 2018, para petugas dari TNI yang membersihkan kawasan Situ Cisanti juga menanam bibit ikan mas dan mengeluarkan aturan tidak diperbolehkan adanya aktivitas memancing untuk menjaga kelestariannya,” kata dia.
Meskipun ada tantangan, harapan untuk menjaga keasrian Situ Cisanti tetaplah besar. Dengan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, Situ Cisanti dapat dilestarikan sebagai sumber kehidupan, budaya, dan wisata bagi generasi sekarang dan masa depan.
Di balik panjang aliran Sungai Citarum, tersimpan kisah pelabuhan bersejarah bernama Cikaobandung. Pelabuhan ini, yang terletak di Desa Cikao Bandung, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, ini pernah menjadi saksi bisu kejayaan perdagangan di Indonesia pada abad ke-18.
Pada masa itu, Pelabuhan Cikaobandung berperan penting sebagai jalur transit utama untuk bahan-bahan hasil bumi dari berbagai daerah di Jawa Barat, terutama Priangan Timur menuju Batavia.
Pada masa Hindia Belanda, Pelabuhan Cikaobandung menjadi salah satu pusat perdagangan utama yang memanfaatkan strategisnya posisi Sungai Citarum. Pelabuhan ini terletak di sepanjang aliran sungai, yang memungkinkan kapal-kapal dagang untuk berlabuh dan melakukan aktivitas bongkar muat.
Pelabuhan Cikaobandung memainkan peran penting dalam distribusi hasil bumi seperti kopi, teh, karet, dan rempah-rempah. Komoditas ini diangkut melalui Sungai Citarum menuju pelabuhan, kemudian diekspor ke berbagai penjuru dunia.
Di sekitar pelabuhan, dulu terdapat gudang-gudang besar untuk menyimpan hasil bumi yang ramai dikunjungi pedagang, dan permukiman penduduk sekitar.
Kepala Bidang Kebudayaan Pada Disporaparbud Kabupaten Purwakarta Wawan Supriatna kepada ANTARA, menjelaskan seiring dengan berjalannya waktu, peran Pelabuhan Cikaobandung mulai tergeser oleh pembangunan infrastruktur transportasi darat seperti jalan raya dan rel kereta api yang membuat pelabuhan ini perlahan mulai meredup dan hilang.
Setelah zaman terus berkembang sehingga Pelabuhan Cikaobandung sudah mulai tidak digunakan lagi, bahkan sekarang kan tidak bekas bangunan hanya ada bukti-bukti seperti foto-foto pada zaman Hindia Belanda.