JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah, yang mencapai titik terendah Rp16.431 pada bulan Mei lalu, disebabkan oleh kekecewaan pasar terhadap kondisi perekonomian global.
Menurutnya, pasar tidak mendapatkan penurunan suku bunga The Fed sebanyak yang diharapkan, setelah sebelumnya memproyeksikan penurunan hingga empat hingga lima kali dalam tahun ini.
BACA JUGA:Fundamental Ekonomi RI Kuat Di Tengah Pelemahan Rupiah
BACA JUGA:Rupiah Kamis Pagi Turun 18 Poin Menjadi Rp16.383 per Dolar AS
Namun, hingga saat ini, Fed Fund Rate (FFR) tetap stabil di 5,5 persen tanpa indikasi penurunan yang signifikan.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa ekspektasi pasar yang tidak terpenuhi ini mengakibatkan penguatan indeks dolar AS dan menyebabkan depresiasi mata uang, termasuk rupiah.
Meskipun rupiah mengalami depresiasi sebesar 6,58 persen, ini masih lebih baik dibandingkan dengan negara-negara seperti Brasil dan Jepang yang mengalami pelemahan yang lebih dalam.
BACA JUGA:Rupiah Menguat Menyambut Rilis Neraca Perdagangan Domestik
BACA JUGA:Penurunan Harga Referensi CPO Dipengaruhi Pelemahan Rupiah
Bank Indonesia (BI), melalui Gubernur Perry Warjiyo, telah menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
BI telah melakukan intervensi dengan menggunakan cadangan devisa sebesar 139 miliar dolar AS untuk menjaga stabilitas, serta memanfaatkan instrumen seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) untuk menarik arus masuk valuta asing dan mengurangi arus keluar.
BACA JUGA:Berharap Pundi-Pundi Rupiah Dari Wewangian Gaharu
BACA JUGA:Selundupkan Narkoba Miliaran Rupiah dalam Paket Komoditi, Ini Modusnya
Perry juga mencatat bahwa koordinasi dengan pemerintah terkait Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) telah berjalan, dengan sebagian dana DHE SDA dialokasikan kembali ke BI untuk memperkuat posisi devisa. (*)