MK Revisi Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah, Ini Keputusan Terbarunya

mahkamah konstitusi, putusan nomor 60/puu-xxii/2024, ambang batas pencalonan kepala daerah, pasal 40 uu pilkada, demokrasi, partai politik, threshold pencalonan, pemilihan gubernur, pemilihan bupati, pemilihan wali kota, hak konstitusi, syarat pencalonan,--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ketentuan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Putusan ini mengizinkan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD untuk mencalonkan pasangan calon.

Persyaratan untuk mengusulkan calon kepala daerah kini hanya didasarkan pada perolehan suara sah di daerah tersebut, bukan lagi pada kursi di DPRD.
BACA JUGA:Koalisi 12 Partai di Jakarta Deklarasikan Ridwan Kamil-Suswono, PDIP Tak Bisa Mencalonkan

BACA JUGA:Dharma-Kun Hadiri Penetapan Pasangan Calon Perseorangan di KPU DKI Jakarta
Dalam putusan ini, MK menetapkan ambang batas dukungan sebagai berikut: untuk calon gubernur dan wakil gubernur, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah sekurang-kurangnya 10% di provinsi dengan populasi hingga 2 juta jiwa, 8,5% untuk provinsi dengan populasi antara 2 juta hingga 6 juta jiwa, 7,5% untuk provinsi dengan populasi antara 6 juta hingga 12 juta jiwa, dan 6,5% untuk provinsi dengan populasi lebih dari 12 juta jiwa.
Sementara itu, untuk calon bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota, ambang batas ditetapkan sesuai dengan jumlah penduduk kabupaten/kota: 10% untuk populasi hingga 250 ribu jiwa, 8,5% untuk populasi antara 250 ribu hingga 500 ribu jiwa, 7,5% untuk populasi antara 500 ribu hingga 1 juta jiwa, dan 6,5% untuk populasi di atas 1 juta jiwa.
BACA JUGA:PDIP Sebut Ada Usulan Pengusungan Anies Baswedan-Rano Karno di Pilkada DKI Jakarta 2024

BACA JUGA:Lolos Verifikasi KPU, Ini Dia Sosok Penantang Ridwan Kamil di Pilgub DKI Jakarta 2024
Putusan ini juga menghapus ketentuan Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang dianggap bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. MK menilai bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada yang mengatur ambang batas pencalonan partai politik tidak rasional dan mengancam prinsip demokrasi dengan membatasi kesempatan partai politik untuk mencalonkan diri.

Ketua MK Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa keputusan ini bertujuan untuk membuka peluang lebih luas bagi semua partai politik peserta pemilu, mengurangi kemungkinan munculnya calon tunggal, dan mendukung proses demokrasi yang lebih sehat. (*)

Tag
Share