Siapkan Lahan 5 Ha, Studi Banding Soal Musik ke Luar Negeri

HUTAN MUSIK : Hutan Musik Sound of Green (SoG) di Negeri Amahusu Kecamatan Nusaniwe, kota Ambon menjadi pilihan baru bagi warga Kota Ambon untuk menikmati musik, sekaligus melestarikan alam agar keberlanjutan.--

Selain musik, di Hutan Musik SOG, pemerintah daerah melalui AMO kini juga menyiapkan fasilitas bagi pelaku ekonomi kreatif yang akan menjual kuliner khas Maluku, termasuk kerajinan khas, seperti miniatur alat musik dan lainnya.

Apa yang mengemuka di Ambon ini menunjukkan bahwa pengembangan ekosistem ekonomi kreatif tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun dengan kolaborasi pentahelix, yakni pemerintah, akademisi, komunitas, pebisnis, dan media.

Seluruh upaya yang dilakukan itu bertujuan untuk menciptakan kemandirian komunitas sebagai bukti bahwa anak muda Kota Ambon semakin maju dalam hal kreativitas dan inovasi.

Keberadaan hutan musik SoG secara tidak langsung berdampak pada pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), yakni mengurangi dampak perubahan iklim, termasuk mengurangi dampak longsor dengan semakin banyak pohon yang ditanam. Pohon-pohon itu juga menyumbang bertambahnya kadar oksigen, sehingga mampu mengurangi emisi karbon.

Hutan Musik SoG menjadi ikon Ambon sebagai kota musik, bukan saja menjadi tujuan wisata musik, tetapi juga dilengkapi dengan ruang pameran UMKM alam.

Keberadaan hutan musik sejalan dengan pengembangan pariwisata Kota Ambon menuju pariwisata musik pada kota musik dunia. Dampaknya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang difokuskan di 10 tujuan wisata unggulan di lima kecamatan di Kota Ambon.

Ke-10 objek unggulan pariwisata musik itu, antara lain musik bambu di Dusun Tuni, sanggar seni Boyratan yang merupakan sekolah alam berbasis musik dengan nama "Amahusu Amboina Ukulele Kids Community", lembaga seni budaya berbasis alat musik tifa di Negeri Soya, dan komunitas lainnya.

Tanam Pohon

Selain pohon yang sudah ada, para seniman musik yang beraktivitas di Hutan Musik SoG juga menunjukkan kepedulian pada alam dengan menanam anakan pohon baru dari berbagai jenis, seperti pohon nangka, sukun, titi, gomu, serta bambu tui.

Bambu di Maluku, terutama Ambon, digunakan sebagai bahan pembuatan alat musik suling, sedangkan kayu titi atau Gmelina moluccana (Blume) biasanya dibuat alat musik tifa dan rebana.

Kayu titi merupakan salah satu jenis pohon asli Maluku yang termasuk ke dalam famili Lamiaceae, sering juga disebut sebagai Jati Maluku.

Selain itu, kayu dari pohon sukun, gomu, cempedak dan nangka juga digunakan untuk membuat alat musik Hawaiian dan ukulele. Masing-masing jenis pohon itu ditanam 100 anakan.

Saat ini pohon bambu tui sudah sulit didapatkan di Pulau Ambon untuk membuat alat musik suling, dan harus diambil dari Pulau Seram. Karena itu, penanaman bambu di hutan musik tersebut diharapkan mampu menyediakan bahan baku untuk pembuatan alat musik.

Penanaman aneka jenis pohon untuk pelestarian lingkungan itu dilakukan AMO bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan Univeritas Pattimura (Unpatti) Ambon. Unpatti salah satu perguruan tinggi negeri di Maluku, diganding untuk memilih pohon yang tepat ditanam di kawasan hutan musik.

Untuk memudahkan masyarakat mencapai hutan itu, kini telah dibangun jalan setapak sepanjang 150 meter yang dijadikan tempat pijakan pengunjung untuk mencapai puncak hutan musik.

Tag
Share