Dengan Lenso Soekarno Mempertahankan Kedaulatan Budaya dari Nekolim

DIPAMERKAN: Koleksi rekaman musik lenso yang dipamerkan dalam pameran bertajuk "Mari Ber-Lenso". (ANTARA/Farhan Arda Nugraha) --

Catatan album "Mari Bersuka Ria dengan Irama Lenso" yang ditulis Syaiful Nawas dari grup musik Orkes Gumarang mengingatkan bahwa lenso sebagai proyek budaya tidak hanya berfungsi sebagai irama baru pengiring tari lenso, tapi juga perwujudan identitas nasional yang berakar dari tradisi lokal.

Keseriusan Soekarno dalam membesarkan lenso sebagai tandingan tren musik dan tari dari Barat juga diwujudkan lewat gagasan pembentukan grup musik The Lensoist. Grup musik ini beranggotakan penyanyi dan musisi kenamaan tanah air saat itu, yakni Bing Slamet, Titiek Puspa, Nien Lesmana, Munif A. Bahasuan sebagai pengisi vokal.

Lalu ada Idris Sardi sebagai violinis dan basis, Bubi Chen sebagai pianis, Jack Lesmana sebagai gitaris, Lody Item sebagai gitaris, Darmono sebagai vibrafonis, dan Benny Mustafa sebagai drummer.

The Lensoist acap kali diikutsertakan dalam lawatan kenegaraan Soekarno ke berbagai negara untuk menggelar pertunjukan musik lenso dalam rangka memperkenalkan identitas budaya Indonesia. Selama kiprahnya, grup musik ini pernah menyambangi sejumlah negara meliputi Amerika Serikat, Thailand, Jepang, Belanda, Rumanisa, Hungaria, Aljazair, dan Prancis.

Upaya untuk membesarkan lenso meredup seiring dengan transisi Indonesia ke era pemerintahan Soeharto atau Orde Baru. Era kebijakan de-Soekarnoisasi yang digalakkan Orde Baru menghapus segala sesuatu yang berkaitan dengan Soekarno, termasuk gerakan di bidang budaya yang digagasnya.

Kiprah lenso selama masa kepemimpinan Soekarno menjadi pengingat bahwa kedaulatan bangsa tidak hanya sebatas dalam urusan politik, ekonomi, dan keutuhan wilayah. Unsur seni dan budaya juga turut ambil bagian sebagai instrumen perjuangan dalam apa yang ia sebut sebagai "Revolusi Indonesia". (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan