Camino Parkir
Oleh : Dahlan Iskan--
Saya pun ke mal di Nanchang. Banyak showroom mobil di mal itu. Termasuk showroom mobil listrik Huawei.
Saya pilih Xiaomi karena jarak tempuhnya. Sudah bisa 800 km sekali charging. Juga karena desainnya yang mirip Porsche.
Petugas showroom membawa saya ke tempat parkir. Di lantai bawah tanah mall itu. Ketika saya berjalan menuju sebelah pintu mobil ia minta saya menjauhi mobil.
Mobil akan dikeluarkan dulu dari jepitan pilar. Haha. Baru kali ini saya lihat. Mobil dikeluarkan dari posisi parkir dengan remote.
Sekali pencet mobil terlihat maju sendiri. Menyerong. Berhenti. Mundur dikit. Maju lagi lebih menyerong. Lalu berhenti. Pintu membuka. Sopir pun masuk ke kursi di belakang kemudi. Saya masuk di kursi sebelahnya.
Kami pun dibawa keluar mal. Ke jalan raya. Padat. Setengah jam kami keliling-keliling sekitar mall.
Sopir pun menunjukkan bagaimana mobil jalan sendiri tanpa kemudinya dipegang. Kalau ada mobil berhenti di depannya, si Xiaomi ikut berhenti.
Mobil ini bisa jalan tanpa pengemudi. Hanya saja peraturan di Tiongkok belum membolehkan.
Pulang ke mal kami turun sebelum mobil memarkir diri. Setelah kami turun mobil berjalan sendiri. Mencari tempat parkirnya sendiri.
Sepanjang jalan saya lihat: sopir lebih banyak memberikan instruksi lewat lisan. Tidak lewat tombol-tombol.
Buka kaca, minta lagu, minta ke alamat mana, semua pakai perintah lisan.
"Kenapa belum jualan di Indonesia," tanya saya.
"Di sini sendiri masih kewalahan melayani pembeli. Mereka harus antre enam bulan".
Pekan lalu udara sudah tidak panas di Guangzhou tapi belum sejuk. Nanti malam udara sudah berubah: sudah sejuk --sesejuk mereka yang berkemah di Lembah Tidar.(Dahlan Iskan)