Berbeda Populasi dengan Provinsi Lain, Miliki Etnis Minoritas Besar
SISA SENJATA TERORIS: Pengunjung melihat sisa senjata teroris di pameran "Perjuangan Melawan Terorisme dan Ekstremisme di Xinjiang" di Urumqi, Daerah Otonom Xinjiang Uighur pada Sabtu (14/12/2024). FOTO: ANTARA/DESCA LIDYA NATALIA --
Xinjiang, Ingin Keluar Dari Bayang-Bayang Sanksi dan Terorisme
Daerah Otonom Xinjiang Uighur (Xinjiang Uyghur Autonomous Region atau XUAR) terletak di bagian paling barat laut China. Daerah ini tampak "masuk" ke pedalaman Eurasia, dan berbatasan langsung dengan delapan negara yaitu Mongolia, Rusia, Kazakhstan, Kirgizstan, Tajikistan, Afghanistan, Pakistan serta India.
---
WILAYAHNYA mencakup dataran seluas 1,66 juta kilometer persegi atau seperenam total luas negara China. Xinjiang menjadi wilayah administratif setingkat provinsi terluas.
Xinjiang juga memiliki etnis minoritas cukup besar. Berdasarkan sensus Oktober 2020, penduduk Xinjiang mencapai 25,85 juta jiwa dengan suku mayoritas Han mencapai 42,4 persen. Sedangkan etnis-etnis minoritas lain seperti Uighur, Kazakh dan etnis lain mencapai 57,76 persen. Dari jumlah itu, etnis Uighur mencapai 44,96 persen.
Meski komposisi populasi Xinjiang berbeda dengan provinsi lain di China, Beijing menyebut Xinjiang sudah menjadi bagian Tiongkok sejak periode dinasti Qin (221-206 SM) dan Han (206 SM-220 M). Pada 60 SM, pemerintahan Dinasti Han Barat mendirikan Komando Perbatasan Wilayah Barat di Xinjiang, yang dianggap secara resmi menjadikan Xinjiang bagian wilayah China.
BACA JUGA:Imigrasi Deportasi Empat WNA China yang Menjadi Pekerja Kasar di Pantai Indah Kapuk
BACA JUGA:Perbedaan Upacara Minum Teh di China dan Jepang, Filosofi dan Tata Cara yang Membedakan
Namun dengan wilayah yang besar dan kekayaan budayanya, Xinjiang belakangan bukan diingat karena keunggulan dan keanekaragamannya, melainkan karena sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap produk-produk asal wilayah tersebut dan juga aksi terorisme.
Sanksi dari AS
Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur (The Uyghur Forced Labor Prevention Act atau UFLPA) adalah landasan hukum yang disahkan Presiden AS Joe Biden pada 23 Desember 2021 yang menghentikan aliran importasi barang-barang apa pun yang ditambang, diproduksi atau diproduksi seluruhnya atau sebagian di Xinjiang, karena tindakan yang disebut Washington melakukan praktik kerja paksa.
Hingga 22 November 2024, pemerintah AS mengumumkan ada 107 perusahaan yang masuk dalam daftar hitam UFLPA, sehingga barang-barang produksi perusahaan tersebut tidak bisa masuk ke wilayah AS.
Berdasarkan penjelasan dalam UFLPA, alasannya adalah karena pemerintah China terlibat dalam genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan atas warga Uighur yang mayoritas beragama Islam dan anggota kelompok etnis dan agama minoritas lainnya di wilayah Xinjiang.
Sejak UFLPA berlaku hingga Juni 2024, Bea Cukai AS telah menghentikan lebih dari 9.000 pengiriman barang senilai lebih dari 3,4 miliar dolar AS.