Berbeda Populasi dengan Provinsi Lain, Miliki Etnis Minoritas Besar
SISA SENJATA TERORIS: Pengunjung melihat sisa senjata teroris di pameran "Perjuangan Melawan Terorisme dan Ekstremisme di Xinjiang" di Urumqi, Daerah Otonom Xinjiang Uighur pada Sabtu (14/12/2024). FOTO: ANTARA/DESCA LIDYA NATALIA --
Namun, pemerintah China menyebut sejak 2016 tidak ada lagi aksi terorisme di China. Apalagi dengan penerapan Peraturan Daerah Otonomi Uighur Xinjiang tentang De-ekstremisasi (Xinjiang Uyghur Autonomous Region Regulation on De-extremification) yang diberlakukan mulai 1 April 2017.
Dalam aturan tersebut dimuat pelarangan untuk menyebarkan ajaran ektremisme, hingga pelarangan fanatisme agama melalui jenggot yang tidak teratur maupun memaksa memakai burka atau simbol-simbol ekstremisme.
Jawaban Xinjiang
Atas sanksi AS tersebut, Juru Bicara Daerah Otonom Xinjiang Uighur Xu Guixiang mengatakan bahwa penerapan sanksi tersebut dilakukan oleh orang-orang yang tidak pernah datang ke Xinjiang, hanya mengandalkan beberapa laporan yang diklaim berasal dari ahli hukum dan rumor tidak benar yang beredar di internet sehingga menghasilkan kebohongan tentang kekerasan.
"Untuk menimbulkan apa yang mereka sebut sebagai dasar penerapan sanksi sepihak, padahal faktanya perusahaan-perusahaan di Xinjiang secara hukum memberikan hak bekerja kepada semua etnis di Xinjiang, artinya tidak ada masalah yang disebut dengan kerja paksa," kata Xu Guixiang dalam "media briefing" sebelum seminar "Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial di Xinjiang" yang berlangsung di Urumqi, Xinjiang pada pertengahan Sabtu (14/12).
Xu mengakui wilayah Xinjiang sebelah selatan memiliki kondisi alam yang menantang sehingga masyarakat di wilayah tersebut minim pekerjaan dan tidak bagus kondisi ekonominya.
Pemerintah Xinjiang kemudian membuat upaya tersistematisasi untuk menciptakan kesempatan kerja baru yang disebut bertujuan untuk membantu masyarakat bagian selatan Xinjiang pergi ke wilayah Xinjiang lain atau provinsi lain di China untuk mendapatkan tempat kerja baru.
"Langkah ini mendapat respons positif dari semua lapisan masyarakat karena sesuai dengan harapan mereka. Pemindahan tenaga kerja yang terorganisir dari berbagai etnis itu memberikan manfaat yang nyata," tambah Xu.
Direktur Utama Xinjiang Tianshan Wool Textile Co Liu Zhongbing, salah satu perusahaan yang terkena sanksi dari AS mulai September 2023 mengakui bahwa pesanan ekspor untuk perusahaannya turun signifikan.
"Awalnya proporsi ekspor kami adalah sekitar 80 persen dari produksi, tapi setelah mendapatkan sanksi maka pesanan berkurang tajam sehingga perusahaan mengalami kesulitan operasional. Pada 2017, karyawan kami hampir 700 orang, saat ini jumlahnya hanya sekitar 500 orang dan kami pun fokus ke pasar domestik," kata Liu.
Perusahaannya, ungkap Liu, melakukan perubahan dengan lebih banyak menggunakan mesin atau otomatisasi produksi.
"Kami juga memperkuat kerja sama dengan merek pakaian terkenal di dalam negeri. Awalnya kami hanya membuat sweater wol dan kasmir, sekarang kami juga membuat jas dan kemeja kasmir maupun sweater yang dapat dipakai di musim panas, jadi kami dapat menjual produk sepanjang tahun," tambah Liu.
Liu juga menjelaskan proporsi etnis minoritas yang bekerja di perusahaannya adalah sebanyak 20 persen dari total pekerja.
Salah satu pekerja dari etnis Uighur di Xinjiang Tianshan Wool Textile Co, Ayoub Halik, menyebut dalam timnya ada pekerja dari etnis Uighur, Han, Kazakh maupun Hui. Ia tidak merasakan ada pemaksaan atau ketidakadilan saat bekerja.
Gubernur Daerah Otonomi Xinjiang Uighur Erkin Tuniyaz mengatakan pemerintahnya berupaya untuk melakukan pemerataan pendapatan di kawasan utara maupun selatan Xinjiang. Produk Domestik Bruto (PDB) Xinjiang pada tiga kuartal pertama 2024 adalah sebesar 1,45 triliun yuan (sekitar Rp3.215 triliun) atau meningkat 5,5 persen dari periode sebelumnya.