Berbeda Populasi dengan Provinsi Lain, Miliki Etnis Minoritas Besar

SISA SENJATA TERORIS: Pengunjung melihat sisa senjata teroris di pameran "Perjuangan Melawan Terorisme dan Ekstremisme di Xinjiang" di Urumqi, Daerah Otonom Xinjiang Uighur pada Sabtu (14/12/2024). FOTO: ANTARA/DESCA LIDYA NATALIA --

Pendapatan per kapita penduduk di perkotaan Xinjiang adalah 40.578 yuan (sekitar Rp89,98 juta) sedangkan di pedesaan adalah 17.948 yuan (sekitar Rp39,8 juta).

"Tidak pernah, dan tidak akan pernah ada, diskriminasi berdasarkan etnis, wilayah, gender atau keyakinan agama. Kami secara ketat menerapkan sistem cuti dan liburan serta secara aktif melindungi hak-hak pekerja atas hari libur resmi maupun cuti sesuai dengan hukum," kata Erkin.

Hingga November 2024, Erkin menyebut 22,65 juta penduduk Xinjiang berpartisipasi dalam tiga asuransi sosial yaitu pensiun, jaminan kerja dan kecelakaan kerja.

"Namun, dalam beberapa tahun terakhir, beberapa kekuatan anti-China mengabaikan hasil luar biasa Xinjiang dalam melindungi hak asasi manusia, mempraktikkan 'standar ganda' dan secara sengaja membesar-besarkan apa yang disebut 'kerja paksa' dan isu-isu lain di Xinjiang. Bahkan memberlakukan sanksi yang tidak masuk akal terhadap industri dan perusahaan di Xinjiang, yang secara serius melanggar hukum internasional, mengganggu kedaulatan dan urusan dalam negeri Xinjiang, maupun melanggar hak asasi manusia," tambah Erkin.

Sebagai upaya menghadirkan bukti objektif mengenai kondisi pekerja di Xinjiang, "Research Center for Basic Theory of Trade Unions" dari kampus "China Institute of Industrial Relations" membuat penelitian berjudul "The Blue Book on the Protection of Labor in Xinjiang".

Penelitian itu disebut dilakukan selama 6 bulan pada Maret-September 2024 di 14 distrik di Xinjiang dan mewawancari lebih dari 1.000 orang dari berbagai departemen di 100 perusahaan.

Peneliti dari penelitian tersebut, Wang Xin, menyebut gaji rata-rata karyawan di perusahaan swasta di perkotaan Xinjiang tumbuh rata-rata lebih dari 10 persen dari 2009 hingga 2022.

Perusahaan juga memberikan cuti tahunan berbayar bagi karyawan, hari libur resmi, hari libur nasional, dan cuti menstruasi khusus bagi pekerja perempuan serta secara efektif melindungi hak karyawan untuk beristirahat dan berlibur.

Selain hari libur resmi nasional, sejak 2012, karyawan dari semua kelompok etnis di Xinjiang mendapat satu hari libur setiap Idul Fitri dan Idul Adha, sehingga mendapat jatah libur lebih banyak dibanding libur nasional.

"Memang salah satu tujuan dari penelitian kami adalah untuk menjawab soal sanski dari AS, tapi selain itu kami berharap melalui penelitian ini, dapat mencerminkan secara nyata perlindungan terhadap hak-hak tenaga kerja di Xinjiang," kata Wang Xin.

Penelitian itu, menurut Wang Xin, juga termasuk wawancara dengan perusahaan-perusahaan yang terkena sanksi AS.

"Kami melakukan riset di sana, dan perusahaan-perusahaan itu bahkan menyediakan akomodasi gratis, makan siang dan makan malam gratis, sampai membantu pendidikan anak-anak pekerja. Namun setelah sanksi, pesanan dari luar negeri jauh berkurang sehingga operasional pun ada yang berhenti dan pendapatan bulanan berkurang, bahkan pekerja terancam keluar," tambah Wang Xin.

Pemerintah Xinjiang pun kini masih terus berupaya untuk terbebas dari tuduhan "kerja paksa" maupun terorisme. (ant)

Tag
Share