MKD Tidak Bisa Mengganggu Hak Imunitas Anggota
Politisi PDIP sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima.--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO– Aria Bima, Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari PDIP, mengingatkan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tidak seharusnya mengintervensi hak imunitas anggota DPR yang menyampaikan aspirasi, khususnya terkait kritik atau pendapat yang mereka lontarkan baik di dalam maupun luar rapat.
"Kalau MKD mulai terlibat dan memanggil anggota DPR hanya karena menyampaikan kritik atau pendapat, ini sangat berbahaya. MKD tidak boleh sembarangan mengganggu hak imunitas anggota dewan dalam menyampaikan aspirasi," tegas Aria Bima di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Pernyataan tersebut dilontarkan Aria menanggapi rencana MKD DPR yang akan memanggil anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka, terkait dugaan pelanggaran kode etik setelah pernyataannya di media sosial mengenai penolakan terhadap kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Pernyataan ini dianggap provokatif oleh sebagian pihak dan mendapat laporan masuk ke MKD.
"Saya sangat menentang jika MKD buru-buru memanggil anggota DPR hanya karena mereka menyampaikan pendapat yang kritis. Kami sebagai wakil rakyat punya hak untuk mengkritisi kebijakan pemerintah. Ini bukan masalah pribadi, tapi demi kepentingan rakyat," ujar Aria Bima.
BACA JUGA:PDIP Siapkan Langkah Hukum Terkait Hasto
BACA JUGA:SAH Ungkap Fakta Kenaikan PPN 12 Persen Usul PDIP, Tegas Bela Posisi Dilematis Pemerintah
Politisi asal PDIP ini juga menekankan bahwa MKD harus lebih bijak dalam menyikapi masalah ini dan memastikan bahwa mereka tetap berfokus pada tugas utamanya, yaitu menjaga kehormatan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, tanpa mengganggu hak imunitas para anggotanya untuk menyampaikan kritik yang konstruktif.
"Kalau anggota DPR mengungkapkan pendapat yang menyangkut kepentingan rakyat dan tugas mereka, MKD tidak boleh mencampuri. Tetapi, jika ada perilaku anggota dewan yang mencederai nama baik lembaga, tentu saja itu perlu ditindaklanjuti," ujarnya.
Aria Bima juga menekankan bahwa meski berada di posisi oposisi, PDIP tetap memberikan masukan konstruktif terhadap kebijakan pemerintah, termasuk soal kenaikan PPN yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurutnya, kebijakan ini perlu dievaluasi lebih lanjut untuk menghindari beban yang terlalu berat bagi masyarakat.
"PDIP bukan oposisi yang hanya menolak tanpa alasan. Kami selalu berusaha memberikan kritik yang membangun. Terkait kebijakan kenaikan PPN, kami meminta agar pemerintah menunda penerapannya pada tahun 2025 untuk memastikan kebijakan tersebut tidak memberatkan rakyat," jelas Aria.
Ia menambahkan, kritik yang disampaikan Rieke Diah Pitaloka pada Rapat Paripurna DPR pada 5 Desember 2024 sebenarnya berkaitan dengan waktu penerapan kebijakan kenaikan PPN. Rieke tidak menolak secara keseluruhan, tetapi lebih mengkritisi timing pelaksanaan yang dianggap masih perlu dipertimbangkan dengan matang.
"Rieke menyampaikan kritik soal timing penerapan PPN, bukan soal penolakan keseluruhan kebijakan. Menurut saya, jika kebijakan ini diterapkan terlalu cepat, akan menjadi beban bagi masyarakat, terutama yang berpendapatan rendah," ujarnya.
Aria Bima juga menegaskan bahwa meskipun PDIP adalah partai oposisi dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, partainya tetap akan mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah dengan pendekatan yang rasional dan berdasarkan kepentingan rakyat.
"Meski kami tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah, PDIP akan selalu memberikan masukan yang konstruktif dan akan terus mengawal kebijakan yang berdampak pada kehidupan rakyat. Kami ingin memastikan bahwa kebijakan itu diterapkan dengan adil dan tidak membebani rakyat," kata Aria.