Pulang Tanpa Membawa Ringgit, Bertekad Perbaiki Hidup di Tanah Air
BEKERJA 15 TAHUN: Wajah Muksin yang bekerja selama 15 tahun sebagai buruh migran memantul dari layar monitor kursi penumpang pesawat udara yang baru mendarat pada landasan Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta di Tangerang, Banten, Rabu (11/12/2024). --
Selama tujuh tahun menjadi buruh migran ilegal, hidupnya selalu dihantui rasa was-was akibat tidak memiliki perlindungan hukum, kesehatan, dan sosial. Ancaman eksploitasi, kecelakaan kerja, dan deportasi adalah mimpi buruk yang mengganggu tidur.
Dia membuat paspor di KJRI Johor Baru pada 12 November 2024 agar bisa kembali ke Lombok menaiki pesawat udara dengan masa habis paspor pada 12 November 2025. Penerbangan sempat tertunda sebulan akibat mengidap asam lambung yang menggerogoti berat badan sebanyak 10 kilogram.
Tubuhnya yang dulu padat berisi kini menjadi kurus hanya dalam waktu sebulan. Celana kargo hitam yang dipakai selama penerbangan dari Malaysia, lalu transit ke Banten dan berakhir di Lombok seringkali kedodoran karena lingkar pinggang mengecil dari 37 inci menjadi 30 inci.
Terjerat Perjudian Online
Kasus judi online yang marak saat pandemi COVID-19 sempat menyilaukan mata Muksin. Pada 2022 sampai 2023 atau sekitar 1,5 tahun, dia terjebak ke dalam dunia hitam perjudian daring.
Muksin mengenal judi online dari temannya yang juga berprofesi sebagai buruh migran. Setiap hari sepulang kerja selalu bermain judi online.
Dia merasa kurang bersemangat jika sehari absen mengikuti perjudian daring. Gaji yang diperoleh dari bekerja habis untuk berjudi. Bahkan, Muksin harus berhutang sebanyak 7.000 ringgit atau setara Rp25 juta akibat terjerat judi online.
Muksin mengaku awal kenal perjudian daring tersebut selalu mendapat untung hingga 600 ringgit yang setara Rp2 juta dalam sekali permainan, namun seiring waktu dia justru lebih banyak kalah ketimbang menang.
Sebelum mengenal judi online, pria yang memiliki satu anak dan dua kali menikah itu rutin mengirimkan uang kepada keluarga di Lombok sebanyak Rp7-10 juta setiap bulan.
Cengkeraman perjudian daring membuat uang yang dikirimkan kepada keluarga turun drastis hanya sekitar Rp1,5 juta setiap bulan. Padahal, gaji yang Muksin terima setiap bulan cukup besar 3.000 sampai 4.000 ringgit atau setara Rp10-14 juta.
Isteri curiga lantaran gaji yang dikirim turun drastis, lalu memutuskan berangkat menyusul Muksin ke Malaysia. Keteguhan isteri membuatnya memutuskan untuk berhenti total bermain judi online.
Selama setengah tahun lebih istrinya menetap di Malaysia, bekerja di kedai (warung nasi) untuk membantu membayar hutang Muksin yang mencapai 7.000 ringgit akibat terjerembap perjudian daring.
Setelah perjalanan panjang yang melelahkan menjadi buruh migran dengan tiga kali masuk ilegal dan terjebak judi online, dia memutuskan pulang ke Lombok walau tanpa membawa ringgit demi membangun keluarga kecil bersama isteri dan satu anak yang kini masih berusia tujuh tahun.
Muksin bertekad membangun usaha pengelasan untuk pembuatan pagar di Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, dengan modal sekitar Rp50 juta yang berhasil dikumpulkan keluarganya. Ilmu yang pernah dia peroleh selama bekerja sebagai buruh migran bidang pengelasan pipa menjadi modal dalam membangun usaha.
Kisah Muksin adalah gambaran singkat tentang gelapnya menjadi buruh migran ilegal dan terjebak perjudian daring yang membuatnya pulang tanpa membawa ringgit. Mengatasi migrasi ilegal dan jebakan perjudian memerlukan pendekatan holistik, termasuk penegakan hukum, pemberdayaan ekonomi di negara asal, dan kerja sama internasional.