Gugatan Kandidat di MK Minta Diskualifikasi Hingga PSU, Sidang Dimulai 8 Januari

Ilustrasi - Aparat kepolisian melakukan pengamanan di sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.--

Kemudian KPPS menggunakan surat suara pemilih yang tidak hadir ke TPS, warga binaan lapas masih dalam rutan namun dinyatakan hadir dan mencoblos di TPS kediamannya. Berdasarkan pelanggaran yang diungkapkan tersebut, pasangan Dedy-Dayat meminta KPU untuk untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 64 TPS.

Berikutnya pasangan Tantowi Yahya-Muhammad Harris juga meminta MK membatalkan SK KPU Kabupaten Sarolangun Nomor 739/2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati Sarolangun, tanggal 3 November 2024. Tantowi-Harris juga menyoroti pelanggaran yang dilakukan KPU Sarolangun dan juga paslon nomor urut 05 Hurmin-Gerry.

Terkait pelanggaran yang dilakukan KPU, Tontawi-Harris mempersoalkan jumlah perbedaan surat suara tidak sah pada pemilihan bupati dan pemilihan gubernur. Perbedaan signifikan itu menimbulkan suatu keyakinan yang kuat telah terjadinya suatu perbuatan yang disengaja, melalui suatu perbuatan yang terencana dengan rapi.

Dalam gugatan sengketa pilkada ke MK itu, paslon Tontawi-Harris juga meminta paslon nomor urut 05 Hurmin-Gerry untuk didiskualifikasi dari peserta Pilbup Sarolangun. Kemudian melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh wilayah Kabupaten Sarolangun, tanpa diikuti paslon nomor urut 05.

Pasangan Nalim-Nilwan juga meminta MK untuk membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Merangin Nomor 1749/2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Merangin Tahun 2024.

Dalam permohonannya, paslon Nalim-Nilwan mengungkapkan selisih perolehan suara karena diduga terdapat pelanggaran-pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif.

Disebutkan dalam isi gugatan pemohon Nalim-Nilwan ke MK, pelanggaran itu berupa praktik pelanggaran administrasi pemilihan yang terjadi secara meluas yang dilakukan oleh penyelenggara dan paslon nomor urut 02 sehingga mempengaruhi perolehan suara pemohon.

Dalam petitumnya, dinilai bahwa berdasarkan penghitungan manual yang dilakukan tim Nalim-Nilwan, setidak-tidaknya perolehan suara Nalim-Nilwan seharusnya 96.605 suara dan M Syukur-Khafid 90.383 suara.

Menurut Nalim-Nilwan, perbedaan selisih itu karena ada pemilih yang tidak menggunakan hak pilih tetapi mengisi kehadiran ditandatangani oleh oknum penyelenggara dan pelanggaran lainnya, sebanyak lebih kurang 10.020 suara.

Berikutnya pasangan Ahmadi Zubir-Ferry Satria dalam gugatannya juga meminta MK Membatalkan Keputusan KPU Kota Sungai Penuh Nomor 433 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Sungai Penuh Tahun 2024, bertanggal 4 Desember 2024.

Dalam permohonannya, Ahamdi-Feery menyatakan bahwa selisih perolehan suara tersebut dikarenakan adanya fakta-fakta pelanggaran yang dilakukan secara terstruktur sistematis dan masif (TSM) yang mengakibatkan penurunan perolehan suara. Dengan fakta yang disampaikan dalam permohonan, Ahamdi-Ferry juga meminta dilakukan penghitungan ulang surat suara. 

Terakhir adalah Pilkada Kerinci dimana ketiga paslon pokok permohonan meminta KPU melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh wilayah Kabupaten Kerinci tanpa melibatkan paslon nomor urut 03 Monadi-Murison. Ketiga paslon meminta KPU mendiskualifikasi Monadi-Murison sebagai peserta Pilkada. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan