MK Hapus Presidential Threshold, Beri Banyak Pilihan Untuk Pengusulan Paslon Presiden dan Wapres
Mahkamah Konstitusi saat membacakan amar putusannya terkait Pilpres.--
"Sikap kami selama ini selalu sama dalam menyikapi putusan MK. Kami menghormati apapun putusan MK itu," ujarnya.
Menurut dia, setiap putusan MK sudah melalui proses mendalam dan mempertimbangkan berbagai aspek dengan mengedepankan keadilan serta kebenaran.
Dia pun menekankan bahwa Indonesia merupakan negara hukum maka sudah menjadi kewajiban seluruh elemen masyarakat untuk menghormati setiap produk hukum dari lembaga peradilan.
Terlebih, tambah dia, produk hukum dari Mahkamah Konstitusi selaku lembaga tinggi negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman secara merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan.
"Sekarang, saatnya kita fokus bekerja. Memberikan manfaat terbaik untuk masyarakat, bangsa, dan negara," kata dia.
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebab sejalan dengan perjuangan partainya sejak lama.
"PAN mendukung MK yang memutuskan menghapus presidential threshold (PT) minimal 20 persen kursi DPR atau suara sah 25 persen nasional pada pemilu. PAN telah lama ikut berjuang bersama komponen bangsa lainnya untuk menghapus PT tersebut," kata Saleh dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Saleh menilai putusan MK yang mengabulkan gugatan uji materi Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 itu merupakan putusan yang populis.
"Kami mengucapkan terima kasih kepada MK yang telah mengambil keputusan ini. Ini adalah keputusan yang sangat populis yang didukung oleh masyarakat," katanya.
Menurut dia, penerapan presidential threshold secara logika sederhana sangat tidak adil karena banyak hak konstitusional warga negara yang diabaikan dan dikebiri.
"Kalau pakai PT, itu 'kan artinya tidak semua warga negara punya hak untuk jadi presiden. Hanya mereka yang memiliki dukungan politik besar yang bisa maju, sementara untuk mendapat dukungan politik seperti itu sangat sulit," ujarnya.
Padahal, kata dia, Indonesia memiliki banyak calon pemimpin nasional yang layak diandalkan untuk maju sebagai calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres). Namun, terkendala akibat urusan kepartaian.
"Mereka ada di kampus-kampus, bekerja sebagai profesional, aktivis ormas, NGO, dan lain-lain. Namun, mereka ini tidak terpikir untuk maju sebagai capres atau cawapres sebab mereka tidak memiliki modal dasar dan pengalaman menjadi pengurus partai politik," ucapnya.
Ia berharap semua pihak dapat duduk bersama merumuskan sistem pemilihan presiden (pilpres) ke depan pascaputusan MK tersebut untuk mengupayakan seluruh rakyat memiliki hak sama untuk mencalonkan maupun dicalonkan.
"Prinsip dasar dari demokrasi itu adalah persamaan hak dan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, dan itu harus dimulai dari sistem regenerasi dan pergantian kepemimpinan di semua tingkatan. Ini kelihatan sederhana, tetapi pasti membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk menerapkannya," tutur Saleh.