Pakar Prediksi Deepfake Suara Jadi Ancaman Utama Keamanan Siber pada 2025

Ilustrasi - Unggahan video yang menarasikan Jokowi akan bagikan pengeras suara kepada masyarakat di akhir jabatannya. Faktanya, video tersebut merupakan deepfake. (TikTok) --

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Para ahli keamanan siber memprediksi bahwa deepfake berbasis suara akan menjadi salah satu ancaman terbesar bagi dunia maya pada tahun 2025.

Menurut Steven Scheurmann, Regional Vice President Palo Alto Networks ASEAN, teknologi deepfake suara yang semakin berkembang dapat menjadi alat yang sangat efektif bagi peretas dalam menjalankan aksi penipuan atau serangan ransomware.

"Salah satu alasan mengapa deepfake suara diprediksi lebih berbahaya dibandingkan dengan deepfake video adalah karena lebih mudah bagi peretas untuk memanfaatkan teknik ini. Peretas cenderung memilih cara yang paling mudah untuk memanipulasi korban, dan deepfake suara memberi mereka kemudahan tersebut," ungkap Steven dalam sebuah sesi media briefing daring.

BACA JUGA:BSSN Targetkan Literasi Keamanan Siber Masuk Kurikulum Pendidikan

BACA JUGA:Serangan Siber Baru Menargetkan Pengguna PC dengan Captcha Palsu

Deepfake, yang melibatkan manipulasi foto, video, dan suara menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI), semakin marak di dunia maya.

Steven menyoroti kemajuan pesat teknologi AI generatif yang memungkinkan pembuatan suara palsu yang sangat mirip dengan suara asli, sehingga mempersulit deteksi oleh korban atau sistem keamanan.

Salah satu dampak yang paling signifikan dari deepfake suara, lanjut Steven, adalah kemudahan peretas dalam melakukan penipuan.

Misalnya, peretas dapat meniru suara seseorang yang dikenal korban untuk mengelabui mereka, baik dalam bentuk panggilan telepon atau pesan suara, guna mendapatkan uang atau memanipulasi data sensitif.

Menurut Arthur Siahaan, Technical Solutions Manager Palo Alto Networks Indonesia, ancaman dari deepfake suara semakin nyata, mengingat kemampuan AI generatif yang tidak hanya dapat menghasilkan suara palsu, tetapi juga digunakan untuk membuat email atau pesan yang tampak sangat meyakinkan.

Hal ini membuat serangan phishing berbasis deepfake semakin sulit untuk dibedakan dari pesan asli, terutama oleh mereka yang tidak memiliki latar belakang teknis.

Arthur juga menambahkan bahwa peretas cenderung memanfaatkan teknologi ini untuk mendapatkan keuntungan cepat, terutama dalam bentuk finansial, dengan menipu individu atau organisasi.

"Sangat mudah bagi peretas untuk memanfaatkan deepfake suara, karena selain mudah dibuat, suara palsu ini juga mudah untuk disebarkan dan memberikan hasil yang langsung terlihat," kata Arthur.

Para ahli keamanan siber sepakat bahwa untuk mengatasi ancaman ini, perusahaan dan organisasi perlu meningkatkan sistem keamanan mereka.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan