Minggu, 24 Nov 2024
Network
Beranda
Berita Utama
Terkini
Disway
Jambi Bisnis
Jambi Raya
Metropolis
Olahraga
Pendidikan
Hiburan
Advertorial
Society
Opini
Buser
Nasional
Internasional
Politik
Gaya Hidup
Viral
Network
Beranda
Pendidikan
Detail Artikel
Pulang Kampung
Reporter:
|
Editor:
Adriansyah
|
Kamis , 14 Dec 2023 - 19:07
Nanda Ray--
pulang kampung oleh: nanda ray menyebalkan sekali harus menerima telepon saat aku sedang asyik menonton drakor. “lagi-lagi ibu,” gumamku. aku menolak telepon yang masuk di ponselku. lalu melanjutkan menonton drama kesukaanku. tuuut ... tuuut .... ponselku terus saja berdering, membuat telingaku risih mendengarnya. ah, pasti ibu menyuruhku segera pulang kampung, batinku. aku hari ini sedang badmood karena ibu terus saja menelepon dan mengirimkan pesan kepadaku, memintaku segera pulang kampung padahal tidak ada hal penting yang mengharuskanku pulang. liburan kuliah semester ini aku ingin di sini saja, di kota. di kampung itu membosankan, tidak ada mal untukku berbelanja atau sekadar berswafoto dengan barang-barang branded dan dipamerkan ke media sosialku. lagi pula, aku sudah memiliki banyak teman di sini, di perantauan. aku suka berada di kota, suka dengan keramaiannya, orang-orangnya yang gaul dan modis, banyak kafe tempat nongkrong pemuda-pemudi yang keren. setelah lulus kuliah aku berencana menetap di kota ini saja. akses apa pun mudah didapat: kesehatan, perpustakaan, sekolah, pusat belanja, tempat rekreasi, dan lainnya. aku tidak akan mengabdikan diri di kampungku, lingkungannya sangat tidak baik. bayangkan saja, semester lalu saat aku pulang kampung, tetanggaku sibuk bertanya kapan wisuda? sudah punya calon suami belum? ingat, nanti umurnya kelewat loh! aku sangat risih mendengarnya. pertanyaan itu awalnya kuanggap sebagai bentuk perhatian mereka, sebelum mereka membandingkan aku dengan perempuan seusiaku, rini—anak tetangga yang rumahnya berada tiga rumah dari rumahku—yang sudah lulus kuliah dan sekarang mungkin sudah mau punya anak dua. ibu sama sekali tidak membelaku ketika ada tetangga jahil yang membandingkan aku dengan rini. ibu justru ikut-ikutan melakukan hal serupa. ingin rasanya aku menempatkan ibu di posisiku, membandingkan ia dengan janda beranak tiga di sebelah rumah, yang baru cerai lima bulan tetapi sudah menikah lagi. sementara ibu sudah lama ditinggal bapak, tapi belum juga menemukan pengganti. bodoh sekali ibu, berusaha setia pada bapak yang sukanya mabuk-mabukan, menghabiskan uang di meja judi, pulang-pulang muka bonyok karena dikeroyok orang yang kesal dengan tingkahnya yang sok jagoan saat mabuk, suka memukuli ibu saat kesal entah kepada siapa. bahkan ketika lelaki dungu itu mati, ibu masih saja mau mengurus jenazahnya, ziarah ke makamnya seminggu sekali, hingga hari ini. tuuut ... tuuut .... ya, ponselku berdering lagi. ini pasti ibuku yang cerewet itu. ya, tuhan! mengapa aku harus dilahirkan dari rahim seorang ibu yang cerewet sekali? apakah hanya dia satu-satunya perempuan yang bersedia rahimnya aku pinjam untuk tubuhku yang dahulunya mungil? apakah tidak ada pilihan lain, tuhan? kali ini aku sudah sangat kesal karena ibu selalu meneleponku. akhirnya aku putuskan untuk mengangkat telepon dari ibu. “kenapa lagi, bu? sudah kubilang aku tidak akan pulang liburan kali ini,” ucapku menggantikan salam pembuka. “nak, ibu rindu! pulanglah! biar ibu pesankan tiket pulang, ya, nak!” “tidak usah, bu! aku ingin di sini saja!” jawabku ketus. “loh kenapa tidak mau? ibu sepi di sini. ibu cemburu dengan ibunya rini, rumahnya ramai. anak dan cucunya berkumpul di rumah,” kata ibu yang terasa seperti menyindirku. “lain kali aku pulang, tetapi kirimkan dulu aku uang untuk membeli skincare!” aku sengaja membuat ibu kesal, biar dia juga merasakan kesal seperti aku. lama suara ibu dari seberang sana tidak terdengar. kemudian, kudengar embusan napasnya. “kamu pulang, atau ibu tidak menganggap kamu anak ibu lagi!” tuuut. telepon terputus, aku tercengang mendengarkan suara ibu dengan nada tinggi dan sedikit gemetar. tapi sudahlah, itu hanya gertak sambel. pasti ibu akan meneleponku lagi dan tetap mengirimkan uang bulananku. setelah berdebat dengan ibu, rasaya aku lelah. aku memutuskan untuk tidur siang sejenak. saat menutup mata, aku terbayang wajah ibu yang merah karena menahan amarah. sebetulnya ibu bukanlah ibu yang suka marah-marah. ibuku itu hatinya baik, hanya saja ia cerewet. biasanya ibu marah sesekali. di saat ia tak mampu menahan lagi amarahnya, wajahnya berubah merah padam dan siap mengeluarkan kalimat paling pahit sedunia. aku melihat ke luar jendela kamar, matahari sudah mulai tergelincir turun dari langit biru. gagal tidur siangku hari ini. aku masih saja rebahan di atas kasur empukku, dan mataku kini terfokus pada layar ponsel pintar yang saat ini sedang membuka beranda instagram. tuuut ... tuuut .... nah, betul dugaanku. ibu menelepon lagi. “halo, bu! uangnya sudah ibu kirim, belum?” ucapku. “halo, indah. ini rini. tadi ibumu ke rumahku untuk pamit, katanya mau menyusul kamu ke kota. setelah bincang-bincang singkat, ibumu pergi. handphone-nya ketinggalan di rumahku,” jelas rini panjang lebar. “oh, begitu. ya sudah, tolong simpankan handphone ibuku, ya,” ucapku ketus. “iya, baiklah,” ucapnya. aku lalu menutup panggilan. tidak kusangka ibu akan menyusulku ke sini, buang-buang uang saja. lebih baik dikirimkan untukku. bagaimana ini? aku sudah membayangkan bagaimana rasanya diomeli secara langsung. mendengar omelannya dari ponsel saja sudah membuatku hampir gila, apalagi kalau nanti ibu ada di sini. aku kemudian keluar kamar dengan membawa tas ransel berisi beberapa pakaian. saat hendak keluar pagar, aku bertemu dengan teman satu kosku, iis, yang baru pulang menumpang ojek. “indah, mau ke mana magrib begini?” tanyanya. “mau kabur, soalnya ibuku mau menemuiku ke sini, ia marah-marah,” ucapku tergesa-gesa. *** bibi indah di kampung mendapatkan informasi dari kampus tentang keponakannya yang hilang. menurut keterangan saksi, sudah tujuh hari dia pergi dari rumah kos. katanya karena ibunya mau menemui dan memarahinya. namun menurut keterangan rini, teman sekelas indah yang juga berasal dari daerah yang sama, ibunya sudah lama meninggal sebagai korban kdrt, dan ayahnya mati bunuh diri. kini indah masuk dalam daftar orang hilang (dpo). biodata penulis nanda ray, nama pena dari nanda rayani, kelahiran 14 april. punya hobi menulis sejak di bangku mts. ia juga aktif di dunia siniar (podcast) sejak setahun belakangan dengan nama teman bercerita.
1
2
3
»
Tag
# cerpen
Share
Koran Terkait
Kembali ke koran edisi Jambi Ekspres 15 Desember 2023
Berita Terkini
Bawaslu Tanjabtim Ingatkan Netralitas ASN dan Politik Uang
Jambi Raya
8 jam
Deteksi Dini Kunci Mengatasi Masalah Kesuburan
Gaya Hidup
8 jam
AI dan Coding Akan Diajarkan di Kelas 4 SD Mulai Tahun Depan
Pendidikan
8 jam
Kasus Pernikahan Dini di Batanghari Meningkat, Ternyata Ini faktornya
Jambi Raya
8 jam
Lima Kecamatan di Sarolangun Masuk Kategori Rawan Bencana Hidrometeorologi
Jambi Raya
8 jam
Berita Terpopuler
Psikolog Sebut Aromaterapi Dapat Bantu Kelola Stres
Gaya Hidup
9 jam
Tips Fesyen ‘Layering’ Sesuai Tipe Badan
Gaya Hidup
9 jam
Investasi Emas Makin Menarik, Harga Emas Antam Tembus Rp1.541.000
Terkini
20 jam
Deteksi Dini Kunci Mengatasi Masalah Kesuburan
Gaya Hidup
8 jam
Pembangunan SDM Berkualitas Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Pendidikan
8 jam
Berita Pilihan
Makanan Bersantan Sebaiknya Tidak Dipanaskan Berulang, Ini Saran Dokter
Gaya Hidup
2 minggu
Ko Apex Kekasih Dinar Candy Jalani Sidang Perdana Kasus Pemalsuan Dokumen dan Penggelapan
Buser
2 bulan
VIRAL! Siswi SMP di Kota Jambi jadi Korban Perundungan, Disundut Rokok hingga Disiram Minuman
Buser
2 bulan
Investor Mesti Kebut Jalan Khusus, Walau Ada Hambatan di Pembebasan Lahan
Berita Utama
2 bulan
Pj Bupati/Walikota dan Calon Petahana Diminta Jangan Libatkan ASN di Pilkada
Politik
2 bulan