PSI Dinilai Bakal Adopsi Gagasan Partai Super Tbk

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep bersama mantan Presiden RI Joko Widodo dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Partai Solidaritas Indonesia (PSI) disebut bakal membuat model politik baru untuk ke depannya. Ada kemungkinan mengadopsi gagasan Partai Super Tbk.
Menurut pengamat politik BRIN Aisah Putri Budiarti, saat ini baru PSI yang memiliki kedekatan erat dengan Presiden ke-7 Jokowi.
Sejak 2023, PSI secara konsisten melekatkan citranya dengan Jokowi, baik melalui berbagai jargon maupun langkah politik.
“Di antara partai lain yang juga dekat sama Jokowi, misalnya Golkar kan dekat nih, tapi ini kok yang muncul jadinya PSI. Menurut saya dalam konteks itu karena memang PSI sejak terutama sebelum pemilu sebenarnya 2023 sudah melekatkan diri dengan image jokowi,” kata Aisah Putri Budiarti.
Aisah Putri Budiarti yang biasa disapa Puput itu, kedekatan Jokowi dengan PSI jauh lebih memungkinkan dibandingkan Golkar.
Alasannya, struktur Golkar lebih mapan dan sulit dimasuki oleh Jokowi.
"Golkar sulit untuk langsung dipegang kuncinya Jokowi, meskipun pengaruhnya tetap ada," tambah Puput.
Puput menilai, jika benar Jokowi masuk ke PSI, maka dampaknya bisa beragam. Untuk Jokowi harus bisa mempertahankan relevansinya untuk memiliki pengaruh hingga Pemilu 2029 mendatang.
Meskipun Jokowi memiliki pengaruh besar saat ini, mempertahankan momentum tersebut bukan hal yang mudah.
Sementara itu, dampak bagi PSI sendiri akan sangat bergantung pada bagaimana Jokowi memainkan perannya. "Kalau sekadar melekatkan diri ke Jokowi, itu sudah mereka lakukan.
Tapi kalau ingin benar-benar menjadi partai besar, PSI harus membuktikan bahwa bisa lebih dari sekadar ‘partainya Jokowi’," ujarnya.
Puput menambahkan, yang lebih penting saat ini adalah melihat apakah ada animo masyarakat dan elite politik terhadap gagasan partai baru Jokowi.
"Kalau PSI sih pasti mau. Tapi apakah ada keinginan yang sama dari Jokowi untuk benar-benar menjadikan PSI sebagai kendaraan politiknya? Itu yang masih jadi tanda tanya besar," tutupnya. (gwb)