Transportasi Batu Bara di Jambi Masih Bermasalah, 2024 Pemprov Mesti Punya Solusi

Terpisah pengamat ekonomi dan sosial Dr. Noviardi Ferzy menyatakan batu bara menjadi yang dominan untuk segera diselesaikan. Bahkan dari segi tata kelola mesti diubah. "Masalah utama dari provinsi Jambi adalah tata kelola Sumber Daya Alam seperti batu bara dan sawit yang tak dinikmati masyarakat," akunya.

Yang harus dikejar saat ini, diakui Noviardi adalah pembangunan jalan khusus agar tak merampas hak rakyat. "Jalan khusus adalah suatu keharusan, karena melintasnya angkutan batu bara di jalan nasional merupakan pelanggaran hukum. Dikarenakan, jalan nasional berfungsi sebagai jalan umum yang digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, aparatur penegak hukum dan pemerintah Provinsi Jambi harus menegakkan aturan," pungkasnya.

 Jalan Khusus, Stockpile Terus Dikebut

 SEKRETARIS Daerah Provinsi Jambi  Sudirman bersama tim kerja dan pihak PT. SAS meninjau lokasi yang akan dijadikan jalan khusus dan stockpile batu bara, Jumat (5/1/2024). Dalam lawatan itu juga hadir pihak Polda, TNI, Camat, Kades hingga Lurah.

Usai peninjauan, Sekda Sudirman memastikan bahwa pembangunan jalan dan stockpile tidak merugikan masyarakat.

"Kita ingin memastikan sejauh mana pembangunan jalan dan stockpile itu berpengaruh signifikan dengan warga. Kita juga sudah melihat langsung, mengecek, hanya beberapa rumah yang akan terdampak pembangunan jalan, sekitar 8 rumah,” katanya.

BACA JUGA:Tetap Tolak Stokcpile PT SAS, Dewan : Silahkan Cari Tempat Lain

BACA JUGA:Stockpile PT. SAS Tak Bisa Dipaksakan, Walhi Jambi: Bisa Tempuh Advokasi di Pusat

“Nanti akan ada negosiasi lebih lanjut antara PT. SAS dengan warga, karena ini untuk kepentingan umum dalam rangka mengatasi angkutan batu bara untuk memiliki jalan khusus, mudah-mudahan bisa disepakati,” kata Sekda yang merupakan Ketua Tim Kerja Percepatan pembangunan ini.

Dijelaskan Sekda bahwa PT. SAS harus mengupayakan agar tidak ada warga yang dirugikan dalam pembangunan stockpile dan jalan khusus.

"Kesepakatan antara PT. SAS dan warga yang rumahnya terdampak adalah untuk bisa ganti untung, dan tidak ada yang dirugikan,” jelas Sekda.

Tambah Sekda, pihaknya juga melakukan tinjauan ke titik paling terdekat antara warga dengan stockpile. "Sudah bisa kita cek betul, jadi di belakang kita itu lokasi stokcpilenya dan  jauh dengan warga. Warga paling  terdekat  di Desa Mendalo Laut sekitar 800 meter hingga 1 KM, artinya kalau dari sisi regulasi ini bisa memungkinkan untuk diteruskan,” jelasnya.

“Kalau persoalan dampaknya segala macam itu bisa juga bisa dikomitmenkan," kata Sekda.

"AMDAL-nya sudah dibuat, tinggal komitmen dari PT. SAS untuk patuh dari undang-undang, jika tidak patuh terhadap undang-undang, ya sudah kita stop saja,” lanjut Sekda.

Ia menyampaikan, sejauh dari sisi peninjauan lapangan, dari sisi kajian yuridis dan izin-izin yang sudah diperoleh dapat disampaikan bahwa pekerjaan ini bisa diteruskan. "Saya pikir sudah bisa terus berjalan, tinggal bagaimana menegosiasikan dengan masyarakat yang terdampak secara khusus, ada 8 rumah tadi yang berdekatan dengan jalan, bukan dengan stockpile. Nanti barangkali dampak-dampak seperti kebisingan, debu bisa dipahami oleh  PT. SAS sesuai dengan AMDAL,” ungkap Sekda.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan