Air Amran

Oleh : Dahlan Iskan--

Tahun kedua hanya bisa naik sedikit.

Pun tahun ketiga.

Baru di tahun keenam akan mampu menghasilkan 6 sampai 8 ton/hektare.

Begitu panjang penantian hasilnya. Padahal sebelum tahun keenam medsos akan keburu ribut: 'proyek sawah baru' langsung disebut gagal!

Bahkan kecaman seperti itu sudah mulai muncul di tahun kedua. Lalu akan kian ribut menjelang Pemilu.

Tentu akan dipersoalkan besarnya biaya cetak sawah baru dibanding hasil. Rakyat tidak akan bisa menerima penjelasan proyek strategis jangka panjang.

Maka mencetak sawah baru kelihatannya tidak cocok dilakukan di negara yang tiap lima tahun ada Pemilu. Program jangka panjang seperti itu berpotensi jadi persoalan.

Maka meningkatkan produksi di sawah yang sudah ''jadi'' adalah solusi. 

Dari sudut itu saya melihat Menteri Amran jeli: begitu banyak sawah yang tidak bisa ditanami padi di musim kemarau. Tidak ada irigasi. Sepenuhnya bergantung pada hujan: tadah hujan.

Mengadakan air di tanah seperti itu lebih mudah dari membuka food estate.

Petani sendiri sudah lama melihat peluang pengadaan pompa seperti itu. Pompa mandiri. Petani beli sendiri.

Kalau Anda menyusuri jalan tol dari Sragen ke Ngawi sampai ke Nganjuk tataplah kanan kiri: ribuan pompa air mandiri diadakan sendiri oleh petani.

Maka Sragen, Ngawi jadi lumbung padi. Nganjuk jadi lumbung bawang merah.

Kini Amran mau membeli 7.000 pompa air. Besar-besaran. Untuk 1 juta hektare. Biayanya Rp 5 triliun.

Kalau saja bukan bulan puasa saya berani taruhan: hasilnya jauh lebih besar dari sawah baru di food estate.

Tag
Share