PGRI Buat Ultimatum Agar Pemerintahan Baru Jangan Mudah Ganti Kurikulum
Ketua Umum PB PGRI Prof Unifah Rosyidi saat membuka Konferensi Kerja Provinsi V PGRI Jawa Tengah Masa Bhakti XXII, di Balairung Universitas PGRI Semarang, Minggu (28/4/2024). (ANTARA/Zuhdiar Laeis)--
SEMARANG, JAMBIEKSPRES.CO-Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengingatkan bahwa pemerintahan baru jangan kemudian dengan mudah mengubah kurikulum pendidikan yang sudah ada di sekolah-sekolah.
"Kita selalu belajar bahwa setiap ujung pergantian ada kurikulum baru. Nanti kemudian oleh kabinet baru dievaluasi," kata Ketua Umum PB PGRI Prof Unifah Rosyidi, di Semarang, Minggu.
Hal tersebut disampaikannya saat membuka Konferensi Kerja Provinsi V PGRI Jawa Tengah Masa Bhakti XXII yang berlangsung di Balairung Universitas PGRI Semarang.
Menurut Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu, perubahan atau pergantian kurikulum pendidikan sebenarnya tidak terlalu penting.
BACA JUGA:Perluas Layanan, BRI Imbau Jangan Mudah Termakan Isu Hoax
BACA JUGA:Pembangunan Jalan Tol Baleno Menyisakan Masalah, Ada Tanah Warga yang Belum Dibayar
"Jadi, konteks kami tidak terlalu penting pergantian itu. Yang penting adalah bagaimana kurikulum itu dapat menggerakkan guru dan murid untuk dapat memperbarui dirinya," katanya, didampingi Ketua PGRI Jateng Dr. Muhdi.
Apalagi, kata dia, pergantian kurikulum pendidikan harus dilakukan didasari oleh kajian yang benar-benar matang.
Berkaitan dengan pemerintahan baru nantinya, Unifah juga berharap Menteri Pendidikan nantinya adalah sosok yang memiliki kecintaan kepada dunia pendidikan dan guru.
Ia mengatakan PGRI juga berupaya menyampaikan masukan kepada pemerintahan baru nantinya mengenai kriteria-kriteria ideal Menteri Pendidikan.
"Kami juga sedang berdiskusi untuk memberikan masukan secara tertulis. Lembaga kajian PGRI akan melakukannya," pungkas Unifah.
Selain itu, PGRI juga mengingatkan pemerintah untuk memberikan perhatian yang sama kepada sekolah negeri dan swasta, termasuk dalam pemenuhan kekurangan guru.
Menurutnya, guru swasta yang lulus menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dikembalikan lagi ke sekolah asalnya.
Diakuinya, dampak kebijakan rekrutmen aparatur sipil negara (ASN) PPPK membuat guru-guru honorer yang lolos seleksi PPPK ditarik ke sekolah negeri, sehingga menjadikan sekolah swasta kekurangan guru.