UMP Jambi Hanya Naik Rp 94 Ribu

--

Gubernur Akan Tinjau UMP Jambi 2024

JAMBI - Gubernur Jambi Al Haris akan meninjau Upah Minimum Provinsi (UMP) Jambi pada tahun 2024. Hal itu pasca penetapan UMP oleh dewan pengupahan Provinsi Jambi yang mendapat sorotan oleh serikat pekerja karena hanya naik 3,2 persen atau Rp 94 ribu per bulan. 

Gubernur menyatakan dirinya akan meninjau kenaikan UMP yang dibuat oleh  Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jambi dan berbagai unsur dalam dewan pengupahan itu. "Saya nanti melihat hasil UMP itu, apakah nanti kita tinjau lagi atau kita mantapkan," kata Haris kepada Jambi Ekspres (17/11).

Yang pasti, sebut Haris, seperti pada tahun lalu UMP Jambi cukup naik tinggi, karena sedang pandemi Covid-19 dan Inflasi sedang tinggi. Sedangkan pada tahun 2023 ini Jambi rendah tingkat inflasinya. "Inflasi rendah ada juga kemungkinan tidak naik tinggi, dan kalau 3,2 persen termasuk tinggi juga, Rp 94 ribu," ucap Haris.

Ditanya terkait tenggat waktu 21 November UMP harus ditetapkan, Haris menyatakan dirinya akan segera memutuskan. "Nanti akan dilihat ya," terangnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jambi Bahari menyatakan pihaknya yang tergabung dalam dewan pengupahan telah melaksanakan pembahasan UMP sesuai ketentuan. "Yakni berdasarkan PP 51 tahun 2023 sebagai pelaksana Undang-Undang nomor 6 tahun 2023 Cipta Kerja," kata Bahari (17/11).

Pada pedoman itu, menurut Bahari, sudah jelas untuk ketetapan UMP ditentukan berdasarkan hasil rapat dewan pengupahan. "Berdasarkan itu kenaikan upah didasarkan pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi," akunya.

Dijelaskan Bahari, inflasi Jambi hanya 1,70 persen dan terbaik di Indonesia. Artinya daya beli masyarakat tinggi ditambah dengan pertumbuhan ekonomi 4,99 persen, serta ada indeks Alpha yang dibuat 0,3 dan indeks kesempatan kerja 3,2 persen. "Kenaikan UMP kita sudah sesuai aturan, bahkan kita sudah gunakan indeks (alpha) tertinggi 0,3," ucapnya.

Meski demikian, Ia belum mengetahui apakah kenaikan UMP Jambi yang Rp 94 ribu itu merupakan yang tertinggi di Indonesia atau bukan. 

Terkait protes serikat pekerja, dewan pengupahan tak mempertimbangkan harga pangan yang melonjak, sehingga kenaikan UMP bisa lebih hingga 6 persen, Bahari menyebut tak ada dalam aturan. "Harga pangan mana ada. Yang ada hanya Inflasi, pertumbuhan ekonomi dikali Alpha. Itu aturan PP 51 tak mungkin kita rusak parameter yang aturannya sudah ada di Undang-Undang," sebut Bahari.

Kendati demikian, ditanya angka UMP apakah mungkin berubah jika sesuai penilaian gubernur, Bahari tak memungkirinya. "Revisi juga nantinya sesuai aturan yang kita patuhi bersama, baik pemerintah, pengusaha maupun pekerja," katanya.

Terkait UMP tahun lalu yang tinggi hingga di atas Rp 200 ribu, Bahari berkilah karena inflasi yang tinggi saat itu hingga 8,09 persen. 

Bahari tak menampik saat rapat dewan pengupahan unsur di dalamnya pemerintah, pengusaha, perguruan tinggi sepakat. Hanya saja mitra kerja (serikat pekerja) tak sependapat karena menginginkan menggunakan PP 78. "Kan PP 78 itu tak berlaku lagi setelah UU Cipta Kerja atau PP 51 tahun 2023 sebagai hukum positif yang berlaku di Indonesia," tutur Bahari.

Disinggu kenaikan UMP yang tak sampai Rp 100 ribu itu rendah bagi pekerja Jambi, Bahari menyebut itu relatif. "Karena kan skala upah, UMP ini untuk pekerja 0 sampai 1 tahunkan," katanya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan