DEPOK, JAMBIEKSPRES.CO-Dr. Syahrizal Syarif MPH PhD, epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), mengungkapkan bahwa penyakit Monkeypox (cacar monyet) dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 2-4 minggu jika mendapatkan penanganan medis yang tepat.
"Pasien biasanya bisa sembuh dalam waktu dua hingga empat minggu dengan pengobatan yang sesuai," kata Syahrizal di Depok, Jawa Barat sebagaimana dikutip jambiekspres.co dari Antara.
BACA JUGA:33,4 Persen Bayi Diberi Makan Selain ASI pada Tiga Hari Pertama
BACA JUGA:Cerdik-Ceria Guna Cegah Infeksi Berulang di Musim Pancaroba
Syahrizal menjelaskan bahwa Mpox di Indonesia berasal dari strain Clade 2, yang lebih sulit menular dan memiliki angka kematian di bawah 1 persen, berbeda dengan Clade 1 yang lebih umum di Afrika dengan tingkat kematian 5-10 persen.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa Clade 2 di Indonesia memiliki risiko penularan yang lebih rendah dibandingkan Clade 1.
Meskipun Mpox tidak endemik di Indonesia, kata Syahrizal, penyakit ini tetap menjadi ancaman bagi kelompok berisiko tinggi.
WHO telah mengklasifikasikan Mpox sebagai Public Health Emergency of International Concern. Waspada dan pencegahan tetap diperlukan, terutama di kalangan kelompok berisiko tinggi.
BACA JUGA:Persiapan Fisik Penting Sebelum Ikut Maraton, Menurut Dokter Spesialis Gizi
BACA JUGA:Susu Ikan Jadi Alternatif Protein Bagi Anak yang Tidak Menyukai Daging Ikan
Mpox memiliki dua tahap gejala utama: tahap awal yang ditandai dengan demam, sakit kepala, batuk, pilek, dan pembesaran kelenjar getah bening, serta tahap lanjutan di mana ruam berubah menjadi benjolan berisi nanah yang akhirnya pecah dan mengering menjadi koreng.
Ruam biasanya muncul di wajah, tangan, punggung, dan mulut, dan pada wabah 2022-2023, juga ditemukan di area genital dan anus.
Penularan Mpox terjadi melalui kontak erat dengan penderita. Mayoritas kasus (86 persen) dilaporkan pada laki-laki yang berhubungan sesama jenis, dengan sekitar 6 persen pada kelompok transgender dan biseksual.
Meskipun Mpox bukan penyakit menular seksual, penularan lebih mungkin terjadi melalui kontak fisik langsung atau hubungan seksual di kelompok berisiko tinggi. Risiko penularan di masyarakat umum tergolong rendah.
"Mpox tidak mudah menular di masyarakat umum. Namun, jika mengalami gejala mirip Mpox, segeralah memeriksakan diri karena gejalanya bisa mirip dengan herpes atau cacar air," tambah Syahrizal.
BACA JUGA:Tips Hidup Sehat untuk Lansia dari Ahli Gizi
BACA JUGA:Mahasiswa UGM Teliti Potensi Biji Salak dan Kulit Jeruk Pamelo sebagai Obat Kanker Serviks
Diagnosis Mpox dilakukan dengan tes Polymerase Chain Reaction (PCR), dan sebagian besar kasus hanya memerlukan isolasi mandiri selama 2-4 minggu.
Pengobatan bersifat simptomatik dengan penggunaan paracetamol untuk meredakan demam dan bedak untuk gatal.
Syahrizal juga menegaskan bahwa vaksin Mpox tidak direkomendasikan untuk masyarakat umum, melainkan hanya untuk kelompok berisiko tinggi.
Vaksin ini, yang diberikan dalam dua dosis dengan jarak 28 hari, terbukti efektif hingga 86 persen dalam mencegah penularan.
BACA JUGA: Imunitas Baik dan Pola Hidup Sehat Bisa Cegah Mpox
BACA JUGA:Susu Ikan, Inovasi Protein dari HPI Menjadi Pilihan Baru Konsumsi
"Meski wabah Mpox tidak diperkirakan menjadi pandemi global seperti COVID-19, edukasi kepada kelompok berisiko tinggi tetap penting. Deteksi dini, akses tes PCR yang mudah, isolasi yang tepat, dan pengobatan yang efektif adalah kunci dalam mengendalikan penyebaran Mpox," tutup Syahrizal. (*)