Sekolah Tumbuh pun memiliki rencana untuk terus merawat persahabatan antarsiswa itu melalui berbagai program kolaborasi.
Mungkin dua tahun lagi mereka berkunjung lagi ke sana, atau sebaliknya siswa SD di Bremen yang membalas kunjungan ke Indonesia lalu pentas bersama.
Konjen RI di Hamburg Renata Siagian menyampaikan apresiasi kepada KPH Wironegoro dan Sekolah Tumbuh yang turut mendukung kerja sama KJRI Hamburg dan SD Rechtenflether yang telah terjalin.
Pada April 2024, kelas gamelan di SD itu tercipta atas inisiasi KJRI Hamburg serta Bremen Philharmoniker.
Dia tidak membayangkan bahwa dalam waktu yang sangat singkat, kurang dari 5 bulan, kerja sama yang terbentuk antara KJRI Hamburg dan SD Rechtenflether mampu membuahkan kegiatan pertukaran sekeren itu.
Mengikis Inferioritas
Lebih dari sekadar pertukaran budaya, kunjungan ke SD Rechtenflether dan sejumlah lokasi di Belanda dan Jerman diharapkan memperkaya pengalaman belajar para siswa dengan perspektif global.
KPH Wironegoro mengemukakan bahwa Sekolah Tumbuh memiliki misi mencetak para siswa menjadi global citizens atau warga dunia.
Kunjungan ke SD Rechtenflether, adalah satu bagian dari rangkaian Program "Student Exchange" atau Pertukaran Pelajar 2024 Sekolah Tumbuh ke Belanda dan Jerman.
Selain mengenalkan budaya Indonesia melalui pameran, serta berbagai pertunjukan seni seperti musik gamelan, tarian, dan teater, sebanyak 24 siswa dikenalkan sejarah, budaya, serta cara hidup di negara lain.
Dengan mengajak menjelajah berbagai negara, Wironegoro yang juga menantu Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X itu meyakini para siswa bakal terhindar dari sikap inferior atau rendah diri saat bersinggungan atau berkompetisi dengan warga negara lain di kemudian hari.
Tanpa diselimuti inferioritas, ia yakin generasi muda Indonesia tidak sekadar mencintai budayanya, namun kelak mampu berdiri tegap mengenalkan, bahkan membuat bangsa lain terkesima akan budaya di Tanah Air.
Tanpa terkungkung rasa minder pula, generasi muda semakin percaya diri dan luwes menjalin persahabatan dengan lebih banyak warga dunia melalui berbagai sarana, termasuk musik.
Audi (15), salah satu siswi SMP Sekolah Tumbuh, tidak ingin menghilangkan kenangan berharganya selama berada di Belanda dan Jerman.
Lantaran kali pertama bertandang ke luar negeri, perempuan bernama lengkap Shazia Haudhyna Syahrizal itu mengaku sempat mengalami gegar budaya atau culture shock karena karakter dan budaya masyarakat di luar negeri yang sama sekali berbeda.
Namun, berkat pertemuan dan komunikasi langsung yang terjalin, kini ia memiliki banyak sahabat dan keluarga baru dari Belanda dan Jerman, bahkan saling bertukar akun media sosial.