JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Di berbagai kota besar di Indonesia, belakangan ini muncul tren menggila di kalangan masyarakat, yaitu minat terhadap gantungan kunci berbentuk boneka monster yang dikenal sebagai "Labubu".
Ketenaran boneka ini melonjak setelah dipromosikan oleh Lisa, anggota grup K-pop Blackpink, mendorong banyak orang untuk antre panjang di gerai penjual dari pagi hingga malam.
Boneka ini, yang dibanderol dengan harga ratusan ribu rupiah, kini menjadi buruan bagi semua kalangan, dari anak-anak hingga orang dewasa.
Banyak yang merasa bangga jika memiliki lebih dari satu, yang menunjukkan status sosial mereka di media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Facebook.
BACA JUGA:31 Kasus Perundungan di Kota Jambi, Banyak Kasus Bermula dari Ejekan di Medsos
BACA JUGA:Bermula dari Ejekan di Medsos, Salah Satu Pelaku Perundungan Siswi SMP Ternyata Sudah Memiliki Anak
Banyak orang tua mulai mengeluh ketika anak-anak mereka bersikeras ingin memiliki boneka ini agar tidak merasa terpinggirkan di sekolah.
Di kalangan orang dewasa, fenomena ini sering kali dihubungkan dengan keinginan untuk tampil menonjol dan mendapatkan perhatian di media sosial.
Beberapa sekolah di Jakarta bahkan terpaksa melarang siswa membawa boneka ini ke sekolah untuk menghindari kesenjangan sosial dan perasaan pengucilan di antara siswa.
Fenomena ini, menurut Ketua Umum Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Indonesia, Fajar Eri Dianto, disebabkan oleh "fear of missing out" (FOMO), yaitu ketakutan untuk ketinggalan momen penting di dunia digital.
FOMO mendorong individu untuk mengikuti semua tren, meski tidak selalu sesuai dengan prioritas atau keinginan mereka.
BACA JUGA:Viral di Medsos, Ini Cara Pesan Taksi Listrik Online Evista
BACA JUGA:Yasmin Nur Dikecam Setelah Unggah Pernyataan Kontroversial di Medsos
Fajar memperingatkan agar masyarakat tidak terjebak dalam budaya konsumtif yang dipicu oleh ketergantungan pada barang-barang yang sedang tren, yang bisa berujung pada gaya hidup hedonis.
Kesehatan Mental dan Media Sosial
Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan mental.
Kasandra Putranto, seorang psikolog klinis, menegaskan bahwa kesehatan mental sangat penting untuk keseluruhan kesejahteraan seseorang.
Tekanan dari informasi yang terus mengalir dan perbandingan sosial dapat menyebabkan stres, terutama di kalangan remaja.
Ia mengungkapkan, “Tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental,” menyoroti bagaimana kesehatan mental mempengaruhi kemampuan individu untuk berinteraksi dan menikmati kehidupan.
Strategi untuk Mengelola Penggunaan Media Sosial
Perusahaan keamanan siber Kaspersky menyarankan agar pengguna lebih bijak dalam berinteraksi di dunia maya untuk mengurangi stres.
BACA JUGA:Kemendikbud Ajak Generasi Muda Bijak Bermedsos untuk Hapus Kekerasan
BACA JUGA:Masyarakat Harus Bijak dalam Menyebar Informasi di Medsos
Mereka merekomendasikan agar pengguna mengatur privasi akun media sosial dengan baik, seperti membatasi siapa saja yang dapat melihat profil mereka, sehingga dapat mengurangi risiko interaksi negatif.
Dengan mempersempit koneksi hanya kepada orang-orang terdekat, pengguna bisa melindungi diri dari konten berbahaya dan penipuan.