Pada 2019, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Nusa Tenggara Barat menyebut jumlah kunjungan wisatawan ke Nusa Tenggara Barat mencapai 3,70 juta orang yang terdiri dari wisatawan Nusantara sebanyak 1,55 juta orang dan wisatawan mancanegara ada 2,15 juta orang. Nilai kontribusi pariwisata melalui akomodasi dan makan-minum hanya sebesar Rp2,68 triliun.
Angka itu tergolong sangat kecil ketimbang Provinsi Bali yang bersebelahan dengan Nusa Tenggara Barat. Dalam periode yang sama, Bali kedatangan 16,82 juta wisatawan dan menorehkan kontribusi pariwisata sebesar Rp58,69 triliun.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, kini terus berupaya agar lapangan pekerjaan terbuka luas bagi penduduk lokal. Arah pembangunan jangka panjang Nusa Tenggara Barat pada 2025-2045 berfokus terhadap pembangunan ekonomi berbasis pariwisata dan industri pengolahan.
Menjadi pekerja migran memang menjanjikan secara ekonomi. Oleh karena itu, keterbatasan pilihan lapangan pekerjaan di daerah harus segera diatasi agar tatanan sosial-budaya menjadi lebih stabil.
Nusa Tenggara Barat merupakan daerah pertanian, peternakan, dan maritim, dengan jumlah pulau mencapai 403. Bila generasi muda lokal meninggalkan daerah untuk bekerja ke negara lain, lantas siapa yang kelak menggarap tanah, laut, hewan ternak, dan industri pariwisata di Nusa Tenggara Barat?
Nusa Tenggara Barat tampaknya harus belajar kepada Kota Denpasar di Bali yang meraih predikat kota paling minim pengangguran di Indonesia. Seiring upaya pemerintah pusat dan daerah untuk memperbaiki kondisi ekonomi dari pariwisata, orang-orang Lombok dan sekitarnya, akhirnya akan memilih memilih bekerja di kampung halamannya sendiri, dari pada merantau ke negeri orang dan jauh dari keluarga. (ant)